Kamis, 25 November 2010

Tugas MBS
Nama Kelompok              :
1.        Indriana Dwi Hastuti                       (292008194)
2.       Anggitya Cucu Hardi D.S                                (292008506)
3.       Vita Permata Sari                             (292008510)
4.      Silvi Aulia Renitasari                        (292008528)
5.       Neneng Inayati                                 (292008541)




BAB 1
PENDAHULUAN

A.      Abstrakasi
Perkembangan kebijakan dan implementasi MBS di beberapa Negara, ditemui adanya variasi atau perbedaan model maupun pendekatan. Manajemen Berbasis Sekolah merupakan satu bentuk agenda reformasi pendidikan di Indonesia yang menjadi sebuah kebutuhan untuk memberdayakan peranan sekolah dan masyarakat dalam mendukung pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Secara esensial Manajemen Berbasis Sekolah menawarkan diskursus ketika sekolah tampil secara relatif otonom, dengan tidak mereduksi peran pemerintah, terutama dalam bidang pendanaan.
Hal tersebut tentunya akan berakibat pada mutu pendidikan. Apabila mutu pendidikan hendak diperbaiki, maka perlu ada pimpinan dari para profesional pendidikan. Manajemen mutu merupakan sarana yang memungkinkan para profesional pendidikan dapat beradaptasi dengan kekuatan perubahan yang akan bermuara pada sistem pendidikan bangsa kita.
B.      Latar Belakang
Manajemen berbasis sekolah merupakan alternatif pola khas pemerintah kota atau kabupaten. Menurut John Lindelow dan James Heynderickx mendefinisikan, MBS adalah system administrasi dimana sekolah merupakan unit utama pengambilan keputusan pendidikan. Tanggung jawab untuk keputusan tertentu tentang anggaran personil, dan kurikulum ditempatkan di tingkat sekolah, bukan dari tingkat kabupaten , sehingga memberikan kepada kepala sekolah tetapi juga guru, siswa, dan orang tua control yang lebih besaratas proses pendidikan.
C.        Tujuan
Pembuatan makalah oleh mahasiswa dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Berbasis Sekolah. Kegiatan ini berguna bagi mahasiswa untuk menambah pemahaman tentang Manajemen Berbasis Sekolah dalam dunia pendidikan, denganberbagai tujuan antara lain:
1.        Mahasiswa dapat mengetahui bebagai kegiatan dan perkembangan MBS di negara-negara maju dan sudah berkembang dengan baik maupun perkembangan MBS di negara sendiri.
2.       Mahasiswa dapat mengetahiu pihak-pihak yang terkait dalam MBS.
3.       Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana tahap-tahap pelaksanaan MBS.
D.      Manfaat MBS
MBS dipandang sebagai alternatif dari pola umum pengoprasian sekolah yang selama ini memusatkan wewenang di kantor pusat dan daerah. MBS sendiri adalah strategi untuk meningkatkan pendidikan dengan mendelegasikan kewenangan pengambilan keputusan penting dari pusat dan daerah ke tingkat sekolah. Dengan demikian, MBS pada dasarnya merupakan sistem manajemen di mana sekolah merupakan unit pengambilan kkeputusan tentang penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. MBS memberikan kesempatan pengendalian lebih besar bagi kepala sekolah, guru, murid dan orang tua atas proses pendidikan di sekolah mereka. Dalam pendekatan ini, tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu mengenai anggaran, kepegawaian, dan kurikulum ditempatkan di tingkat sekolah dan bukan di tingkat daerah, apalagi pusat. Melalui keterlibatan guru, orang tua, dan anggota masyarakat lainnya dalam keputusan-keputusan penting itu, MBS dipandang dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif bagi para murid. Dengan demikian, pada dasanya MBS adalah upaya memandirikan sekolah dengan memberdayakannya. Para pendukung MBS berpendapat bahwa prestasi belajar murid kebih mungkin meningkat jika manajemen pendidikan dipusatkan di sekolah daripada tingkat daerah. Para kepala sekolah cenderung lebih peka dan sangat mengetahui kebutuhanmurid sekolahnya daripada biokrat di tingkat pusat atau daerah, lebih lanjut dinyatakan ahwa reformasi pendidikan yang bagus sekalipun tidak akan berhasil jika para guru yang harus menerapkannya tidak berperan serta merencanakannya.


BAB II
PEMBAHASAN


A.      KONSEP DASAR MBS
·         Pengertian MBS
Manajemen berbasis sekolah mempunyai banyak pengertian tergantung dari sudut pandang orang yang mengatikannya. Nurkholis (2003:1) mengemukakan bahwa segala sesuatu yang berkenaan dengan pengelolaan sumber daya yang berdasar pada sekolah itu sendiri dalam proses pembelajaran untuk mencapai  suatu tujuan yang telah ditetapkan. Slamet PH (2001) mendefinisikan MBS sebagai pengkoordinasikan dan penyerasian sumber daya yang dilakukan secara otonom oleh sekolah melalui sejumlah input manajemen untuk mencapai tujuan sekolah dalam kerangka pendidikan nasional,.
Dalam buku petunjuk program MBS (Direktorat TK dan SD, 2005:6), dinyatakan bahwa MBS dapat dipandang sebagai suatu pendekatan pengelolaan sekolah dalam rangka desentralisasi pendidikan yang memberikan kewenangan yang lebih luas kepada sekolah untuk mengambil keputusan mengenai pengelolaan sumber daya pendidikan sekolah yang didukung dengan [artisipasi yang tinggi dari warga sekolah, orang tua dan masyarakat serta sesuai dengan kerangka kebijakan pendidikan nasional dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan menurut Direktorat TK dan SD, MBS pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua stakeholder yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengamblan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Secara yuridis formal, dalam pasal 51, ayat 1, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menemgah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah. Dalam penjelasan pasal 51, ayat (1) dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan manajemen berbasisi sekolah /madrasah adalah banyak otonomi manajemen pendidikan pada satuan pendidikan, yang dalam hal ini kepala sekolah/madrasah dan guru dibantu oleh komite sekolah/madrasah dalam mengelola kegiatan pendidikan.
·         Prnsip Dasar MBS
                Terdapat tiga prinsip MBS yaitu otonomi sekolah, fleksibelitas, dan partisipasi untuk mencapai sasaran mutu sekolah.
a.       Otonomi Sekolah
Otonomi adalah kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri ( pengedalian data). Kemandirian dalam program dan pendanaan merupakan tolok ukur kemandirian sekolah. Jadi otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiriberdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b.      Fleksibelitas
Fleksibelitas dapat diartikan sebagai keluwesan yang diberikan kepada sekolah untuk mengelola, memanfaatkan, dan memberdayakan sumber daya sekolah seoptimal mungkinuntuk meningkatkan mutu sekolah.
c.       Partisipasi
Partisipasi berarti membri kesempatan warga sekolah dan mayarakat untuk teribat secara langsung dalam penyelenggaraan pendidikan, mulai dari pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan yang diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan.
·         Karakteristik MBS
Menurut MPMBS, karakteristik MPMBS dikategorikan menjadi input, proses, dan output ( Depdiknas,2002)
1.        Output yang diharapkan
Sekolah harus memiliki output yang diharapkan. Output sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan oleh proses pembelajaran dan manajemen sekolah. Pada mumnya, output dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu output berupa prestasi akademik ( academic achievement) dan output berupa prestasi non-akademik ( non-academic achievement)
2.       Proses
Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki sejumlah karakteristik proses sebagai berikut:
a.       Proses belajar mengajar yang efektifitasnya tinggi.
b.      Kepemimpinan sekolah yang kuat.
c.       Lingkungan sekolah yang aman dan tertib.
d.      Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif.
e.      Sekolah memiliki “teamwork” yang kompak, cerdas, dan dinamis.
f.        Sekolah memiliki kewenangan (kemandirian) dan akuntabilitas.
g.       Partisipasi yang tinggi dari warga sekolah dan masyarakat.
3.       Input pendidikan
Beberapa karakteristik MBS ditinjau dari aspek input pendidikan adalah:
a.       Mememiliki kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu yang jelas.
b.      Sumber daya tersedia dan siap.
c.       Staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi.
d.      Memiliki harapan prestasi yang tinggi.
e.      Fokus pada pelayanan (khususnya siswa).
f.        Input manajemeN.

B.      STRATEGI IMPLEMENTASI MBS
Kajian strategi implementasi MBS mencakup beberapa bahasan yaitu: MBS dan peningkatan mutu pendidikan, SPM Pendidikan Indonesia, pendeatan MBS, dalam rangka mencapai SPM pendidikan dan strategi Iplementasi MBS.

1.        MBS dan Peningkatan Mutu Pendidikan
        Penerapan MBS telah dimulai rintisannya tahun pelajara 1999/2000 pada 382 sekolah, tahun 2000/2001 pada 644 sekolah dan menjadi 1244 sekolah pada tahun 2001/2002. Upaya rintisan ini merupakan salah satu upaya mengatasi permasalahan klasik dalam bidang pendidikan yang dihadapi oleh bangsa indonesia. Mutu pendidikan adalah karakteristik menyeluruh dari setiap komponen pendidikan yang menunjukkan kemampuannya memuaskan kebutuhan pelanggan. Komponen tersebut mencakup input, proses dan output pendidikan.
        Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud berupa sumber daya dan perangkat lunak serta program-program sekolah yang diperlukan bagi prosespendidikan.
        Dalam konteks sekolah, proses pendidikan adalah proses pengambilan keputusan, pengelolaan kelembagaan, proses belajar mengajar serta monitoring dan evaluasi, proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemanduan input sekolah (guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan, dsb)
        Output pendidikan adalah prestasi seklah yang dihasilkan dari proses/perilaku sekolah. Perilaku sekolah dapat diukur dari kualitasnya, efektifitasnya, produktifitasnya. Efisiensinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerjanya, dan moral kerjanya.
2.       Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan di Indonesia
        Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal menetapkan bahwa Standar Pelayanan Minimal pendidikan adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar bidang pendidikan yang merupakan urusan wajib yang berhak diperoleh  dengan setiap warga secara minimal.
        SPM bersifat sederhana, konkrit, mudah diatur, terbuka, terjangkau dan dapat dipertanggungjawabkan serta pencapaian mempunyai batas waktu pencapaian.

C.      MODEL – MODEL MBS di BEBERAPA NEGARA

1.        Model MBS di Kanada
        Model MBS di kanada lebih dikenal dengan pendlegasian keuangan ( financial delegation). Gerakan ke arah MBS dimulai di Edmonton Public School, dimana pendekatan yang digunakan dikenal sebagai “ school-Site Decision-Making” yang telah menghasilkan desentralisasi alokasi sumber daya baik tenaga pendidik dan kependidikan, perlengkapan, barang-barang keperluan sekolah, maupun layanan pendidikan.
2.       Model MBS di Hongkong
        Model MBS di hongkong lebih dikenal sebagai School Management Initiative (SMI), yang menekankan pada inisiatif sekolah dalam manajemen sekolah. Prinsip penyelenggaraan sekolah menekankan pada manajemen bersama ( joint management), serta mendorong partiipasi guru, orang tua, dan siswa salam penyelenggaraan sekolah.
        Kerangka acuan SMI berisikan lima kelompok kebijakan, yaitu:
a.       Peran dan hubungan baru bagi Departemen Pendidikan.
b.      Peran bau bagi komite manajemen sekolah, para sponsor, pengawas sekolah dan kepala sekolah.
c.       Fleksibilitas yang lebih besar dalam keuangan sekolah.
d.      Partisipasi dalam pengambilan keputusan.
e.      Sebagai kerangka acuan dalam hal akuntabilitas, yaitu tingkatan individual dan tingkatan sekolah secara menyeluruh.
Sebagai kerangka SMI dipilih menjadi dua yaitu:
a.       Sistem pelaporan atua penilaian direkomendasikan dan diminta untuk dikonsultasikan kepada dewan manajemen sekolah, serta memperhatikan penilaian yang dimiliki oleh Departemen Pendidikan.
b.      Akuntabilitas sekolah sebagai suatu keseluruhan dimana setiap sekolah perlu membuat rencana tahunan sekolah, menetapkan tujuan dan kegiatan yang ingin dicapai pada tahun yang akan datang, serta mempertanggungjawabkannya.
3.       Model MBS di Inggris
        Reformasi pendidikn di inggris berupaya untuk mendorong kompetisi antar sekolah dalam memenuhi tuntunan pasar ( market demands). Perwujudan dari reformasi ini adalah model “ Local School Management” (LSM). LSM pada dasarnya adalah kebijakan MBS yang memindahkan manajemen pendanaan dan sumber daya sekolah. Sekolah didanai berdasarkan jumlah siswa yang terdaftar. Hal ini menimbulkan persaingan antar sekolah untuk mendapatkan murid sehingga membuat mereka bersaing dalam hal peningkatan mutu sekolah.
        Mekanisme untuk mempertahankan akuntabilitas sekolah meliputi pengawasan, publikasi, catatan siswa dan prestasinya, kartu laporan siswa, dan laporan tahunan siswa. Sekolh yang gagal mencapai standar yang dapat diterima seperti ini akan dibina oleh kelompok ahli (Tim Kecil) yang bertugas memperbaiki standar pendidikan. Apabila upaya tersebut tetap tidak membuahkan hasil yang memuaskan, maka sekolah itu akan ditutup.
4.      Model MBS di Australia
        Berdasarkan pernyataan “The Karmel Report” tahun 1973 yang menekankan bahwa berkurangnya kontrol sentralisasi terhadap operasi sekolah-sekolah diperlukan untuk menjamin efektivitas dan pemerataan atau keadilan dalam pendidikan sekolah. Oleh karena itu direkomendasikan agar sumber daya yang ada diarahkan pada target keperluan pendidikan tertentu dengan melibatkan orang tua dan guru di dalam memutuskan penggunaan sumber daya tersebut. Akibatnya, terdapat perubahan dalam bentuk skema pendanaan untuk staf sekolah, yang sering disertai bantuan wakil masyarakat untk mengidentifikasi prioritas pada tingkat sekolah dan menyusun program yang lebih cocok memenuhi kebutuhan sekolah. Perubahan tersebut menjadikan Australia disebut sebagai “ world-leader in School-Based Maagement” (Gamage 1996:27, dalam Abu-Duhou, 1999).
        Pemerintah menganjurkansemua sekolah di setiap negara bagian, untuk membuat perencanaan di semua sekolah yang lebih sistematik baik yang bersifat jangka panjang maupun jangka pendek. Istilah yang digunakan di setiap negarabagian dapat berbeda, misalnya di Tasmania disebut “stategic plan”, di Australia Selatan disebut “ School Development Plan”, dan “School Action Plans”
        Di victoria, pada tahun 1999 pelaksanaan “School of The Future” memasuki tahun ke-6 dari siklus tahun 7 tahun yang telah diprogramkan. Program ini memfokuskan pada konsep bahwa kualitas hasil (outcome) pembelajaran (schooling) hanya bisa dijamin apabila pengambilan keputusan terjadi pada tingkat lokal.


5.       Model MBS di Amerika Serikat
          Kemunculan MBS di Amerika dilatarbelakangi karena munculnya pertanyaan di seputar relevansi dan korelasi hasil pendidikan dengan tuntutan kebutuhan masyarakat. Saat itu kinerja sekolah-sekolah di AS dianggap tidak sesuai dengan tuntutan yang diperlukan siswa untuk terjun ke dunia kerja.
          Reynolds (1997) menyarankan perlunya redtrukturisasi sekolah yang mencakup area utama yaitu:
a.       Bagaimana cara memandang siswa dan pembelajaran.
b.      Bagaimana cara mendefinisikan program pengajaran dan pelayanan yang diberikan
c.       Bagaimana cara mengorganisasikn dan menyampaiakan program pelayanan, serta
d.      Bagaimana cara mengelola sekolah.
6.      Model MBS di Indonesia
          Dasar hukum penerapan model MBS di indonesia adalah UU No 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional. Sebelum berlakunya MBS secara resmi, pemerintah telah melakukan berbagai program rintisan di berbagai jenjang pendidikan melalui berbagai kebijakan yang bertujuan untuk membuat seolah menjadi mandiri danmeningkatkan partisipasi, masyarakat. Program ini menekunkan pada tiga komponen yaitu MBS, Peran Serta Masyarakat (PSM), dan PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan). Ketiga komponen itu tertuang dalam Propenas 2002-2004 sebagai program untuk mengembangkan pola penyelenggaraan pendidikan berdasarkan MBS untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya pendidikan dengan memperhatikan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat.
          Pada tahun 1999 dengan bekerjasama serta bantuan dari UNESCO dan UNICEF, program MBS telah dirintis di 124 SD/MI, yang tersebar di 7 Kabupaten pada propinsi jateng ( Kab. Magelang, Banyumas, dan Wonosobo), jatim (Kab.Probolinggo), Sulsel (Kab. Bontang), dan NTT (Kota Kupang). Pada tahun 2002 pemerintah New Zeland membantu pendanaan untuk memantapkan dan menyebarkan program tersebut di tujuh kabupaten/kota rintisan serta untuk mendesiminasikan program di tujuh kabupaten lainnya di Indonesia Timur, termaSUK Papua dan NTB. JUMLAH SD/MI berkembang menjadi 741 SD/MI.
          Replikasi [rogram juga telah dilaksanakan oleh pemerintah pusat di 30 propinsi di indonesia. USAID – lembaga bantuan dari pemerintah Amerika Serikat juga telah mengembangkan program MBS sejenis di Jawa Timur dan Jawa Tengah yaitu Managing Basic Education (MBE), serta pada tahun 2004 model MBS juga dilaksanakan di tiga kabupaten Jawa Timur dengan dukungan Indonesia –Australia Partneship in Basic Education (IAPBE).mulai tahun 2005, USAID juga memberikan bantuan untuk model MBS ini di 7 propinsi di Indonesia melalui program Decentralized Basic Educatin (DBE).

D.      Motif MBS
a.    Motif Penerapan MBS
  Nukholis, (2003 :23) menyatakan bahwa menurut Bank Dunia Q/A for the web/knowledge nugget, terdapat delapan motif diterapkannya MBS yaitu:
·         Motif Ekonomi:
Manajemen lokal secara ekonomi dirasakan lebih efektif karena orang yang membuat keputusan adalah orang yang sangat memahami bagaimanan sekolah seharusnya menggunakan sumber daya dan bagaimana siswa seharusnya belajar.
·         Motif Profesional:
para profesional sekolah mempunyai pengalaman dan keahlian untuk
Ø  Membuat keputusan pendidikan yang paling tepat untuk sekolah dan siswanya,
Ø  Memberikan sumbangan pengetahuan yang dimiliki berkenaan dengan kurikulum, pedagogik, pembelajaran dan proses manajemen sekolah.
Ø  Terlibat dalam manajemen sekolah dan mampu memberi motivasi dan komitmen yang lebih pada pembelajaran sekolah.
·         Motif Politik:
MBS digunakan untuk mendorong adanya partisipasi demoratis dan kestabilan politik, dimana pemerintah pusat memberikan kesempatan mendesentralisasikan aspek pengambilan keputusan di bidang pendidikan untuk mendorong keleluasaan yang lebih besar kepada daerah.
·         Motif Efisiensi Administrasi:
Penerapan MBS dijadikan sebagai alat efisiensi administrasi, dengan menempatkan sekolah pada posisi terbaik untuk mengalokasikan sumber daya yang efektif dalam menemukan kebutuhan siswa.
·         Motif Finansial:
MBS digunakan sebagai alat untuk meningkatkan sumber pendanaan sekolah secara lokal. Diharapkan orang tua akan termotifikasi untuk meningkatkan komitmen mereka kepada kepala sekolah karena mereka telah dilibatkan dalam pengalmbilan keputusan dan pelaporan di tingkat sekolah.
·         Motif Prestasi Siswa:
dalam MBS terkandung usaha untuk meningkatkan prestasi belajar dan salah satu caranya adalah proses pembelajaran.
·         Motif Akuntabilitas:
desentralisasi pengambilan pengambilan keputusan digunakan untuk meningkatkan akuntabilitas. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan suara dari mereka yang kurang terdengar.
·         Motif Efektifitas Sekolah:
MBS mendorong ke arah peningkatan karakteristik kunci tentang sekolah efektif yang mencakup kepemimpinan yang kuat, guru-guru yang terampil dan berkomitmen, berfokus pada peningkatan mutu pembelajaran, dan adanya rasa tanggung jawab terhadap hasil.

E.       Fungsi Manajemen Berbasis Sekolah
      Secara eksplisit, MPMBS (2004) menyataan bahwa fungsi- - fungsi yang dapat digarap oleh sekolah dalam kerangka MPMBS ini meliputi:
1.        Proses belajar mengajar
2.       Perencanaan dan evaluasi program sekolah
3.       Pengelolaan kurikulum
4.      Pengelolaan ketenagaan
5.       Pengelolaan peralatan dan perlengkapan
6.      Pengelolaan keuangan
7.       Pelayanan siswa
8.      Hubungan sekolah – masyarakat
9.      Pengelolaan iklim sekolah
Pemberian kewenangan pengelolaan (manajemen) pendidikan di tingkat
sekolah dapat dibagi kedalam dua kategori. Pertama, (Organizing), pelaksanaan (Actuanting), pengawasan (Controlling). Dan kepemimpinan (Leading). Fungsi – fungsi ini dilaksanakan oleh sekolah, baik oleh kepla sekolah, guru, dan komite sekolah. Kedua, bidang teknis yang dikelola oleh sekolah dengan funsi – fungsinya:
1.        Perencanaan dan evaluasi
2.       Pengembangan kurikulum
3.       Pengelolaan proses pembelajaran
4.      Pengelolaan ketenagaan
5.       Pengelolaan fasilitas sekolah
6.      Pengelolaan keuangan
7.       Pelayanan siswa
8.      Hubungan sekolah dengan masyarakat
9.      Iklim sekolah

       
BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
                Konsep MBS pada dasarnya mengacu pada manajemen sumber daya di tingkat sekolah yang melibatkan partisipasi masyarakat, warga sekolah, orang tua, dan masyarakat.umber daya tersebut yang mencakup kekuasaan, pengetahuan, teknologi, keuangan, manusia, material, dan waktu. Melalui MBS, sekolah memiliki kontrol yang lebih dalam mengarahkan organisasi sekolah ke depan, sesuai dengan tujuan dan strategi yang telah ditetapkan sekolah. Di samping itu, sekolah juga memiliki kontrol terhadap keuangan sekolah yang dapat dialokasikan untuk pengembangan sumber daya manusia, dan peningkatan proses belajar. Sekolah juga mempunyai tanggung jawab terhadap pengembangan kurikulum, dan bagaimana menggunakan material dalam proses pembelajaran. Dari gambaran tentang perkembangan kebijakan dan iplementasi MBS di beberapa negara, ditemui adanya variasi atau perbedaan model maupun pendekatan. Ada model yang lebih mengkonsentrasikan pada pendelegasian keuangan untuk memenuhi sumber daya kepada sekolah (kanada) dengan”funding formula”, ada yang memberikan kepada sekolah fleksibilitas dalam penggunaan sumber daya dan pada saat yang sama juga memberikan kesempatan partisipasi yang lebih besar kepada guru, oran tua, dan bakas siswa (alumni) di dalam pengembangan keputusan (hongkong) ada yang paket perubahannya lebih luas dengan penyempurnaan kurikulum nasional, sistem pemgujian prestasi siswa berdasarkan kurikulum nasional, pilihan sekolah secara bebas oleh siswa, dan manajemen lokal dengan mendesentralisasikan anggaran pada tiap sekolah.
                Namun demikian, ada catatan umum yang perlu dikemukakan. Pertama, gerakan MBS, sungguhpun dengan nama yang berbeda – beda, tidak terlepas dari upaya dan bertujuan untuk meningkatkan eektifitas (mutu) dan efisiensi penggunaan sumber daya pendidikan. Kedua, gerakan MBS juga bertujuan meningkatkan meningkatkan komitmen (kepedulian penuh) berbagai pemangku kepentingan pendidikan, terutama yang berhubungan langsung dengan penyelenggaraan sekolah,untuk mendukung dan merealisasikan efektiitas dan efisiensi pendidikan. Ketiga, perubahan dilakukan secara bertahap dari lingkup yang kecil ke cangkupan yang lebih luas. Keempat, dalam pembaruan ke arah MBS selalu ada empat isu penting, yaitu masalah pengambilan keputusan, peran serta dalam pengambilan keputusan (partisipasi), alokasi sumber daya (resources), dan masalah akuntabilitas. Kelima, MBS terkait erat dengan pendekatan pengelolaan organisasi.
                Selanjutnya, tujuan diterapkannya MBS bermuara pada lebih leluasa dan berdayanya sekolah (otonomi atua mandiri) dalam mengelola sumber daya yang dimilki secara efektif dan efisiensi, serta mendorongsekolah untuk melakukan pengambilan keputusan yang tepat secara partisipatif, transparan, dan akuntabel dala mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan MBS, sekolah mempunyai tanggung jawab yang besar dalam pengelolaan pendidikan dan pembelajaran di sekolah sesuai dengan kondisi masing – masing sekolah.


B.      Saran
                Pada dasarnya manajemen berbasis sekolah dilaksanakan dengan meletakkan semua urusan penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Pengurangan administrasi pusat adalah konsekwensi dari yang pertama dengan diikuti pendelegasian wewenang dan urusan pada sekolah. Inovasi kurikulum menekankan pada pembaharuan kurikulum sebesar-besarnya untuk meningkatkan kualitas dan persamaan hak bagi semua peserta didik.
                Pada hakikatnya penerapan MBS harus disesuaikan eenga karakteristik masing  masing sekolah, Dapat meningkatkan mutu kualitas pendidikan di Indonesia, dapat menyusun visi dan misi sekolah unuk meningkatkan kualitas pendidikan, memiliki strategi manajemen, memiliki SDM yang berkompeten, serta adanya peran sekolah untuk mengembangkan siswa, guru dan sekolah sesuai dengan karakteristik sekolah tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar