Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah School Based Management yang diampu oleh Pak Slameto.
Disusun oleh:
Diah Wulandari (292008143)
Fadli Arizal (292008145)
Titin Masturoh (292008530)
Dwi Lutfi Nugroho (292008532)
Wisnu Wijayanto (292008544)
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
2010
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya yang telah diberikan kepada penulis. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tanpa halangan suatu apapun.Penulisan makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah MBS.
Pada penulisan makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
- Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi berkat dan kekuatan kepada penulis.
- Bapak Slameto selaku dosen MBS
- Seluruh dosen SI PGSD FKIP yang telah memberikan ilmu pengetahuan untuk menyelesaikan penulisan makalah.
- Keluarga tersayang, bapak, ibu, yang selalu memberikan dukungan moril dan spiritual agar dapat menyelesaikan makalah ini.
- Keluarga besar SD NEGERI 3 TUNTANG.
Akhir kata dengan segala kekurangan yang ada, penulis menyadari bahwa tak ada gading yang tak retak, demikian juga makalah ini yang masih jauh dari sempura. Oleh karena itu peulis mengahrapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga makalah ini bermanfaat.
KATA PENGANTAR
Daftar isi.
BAB I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
BAB II. ISI
- Pengenalan SD
- Instrumen Pengamatan MBS
- Peran Serta Masyarakat Dalam Pengembangan MBS di Sekolah.
BAB III. PENUTUP.
- Kesimpulan.
- Saran
DAFTAR PUSTAKA.
LAMPIRAN.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebuah program yang direncanakan tidak akan berjalan dan berhasil secara maksimal apabila tidak tersedia berbagai faktor pendukung. Faktor pendukung bisa berasal baik dari internal maupun eksternal. Dalam implementasi MBS, secara luas dan mendasar yang amat diperlukan adalah dukungan politik baik itu sekedar political will maupun dalam bentuk peraturan dan perundang-undangan formal. Dukungan finansial, dukungan sumber daya manusia beserta pemikirannya, dan sarana dan prasarana lainnya juga menjadi faktor pendukung yang penting.
Ketika MBS baru tahap-tahap awal dilaksanakan di Amerika Serikat, faktor pendukung sumber daya manusia belum memadai. Walupun Site-Based Management telah populer di Amerika Serikat, manfaatnya belum banyak dimengerti secara baik oleh para pelaku pendidikan. Di banyak distrik dan sekolah yang menginisasi Site-Based Management memiliki asumsi bahwa penerapan strategi ini akan membimbing ke arah perbaikan kualitas keputusan dan meningkatkan program sekolah. Namun, banyak diantara mereka yang belum mengerti proses pencapaian tujuan MBS itu.
Akhirnya, banyak waktu dan tenaga yang dicurahkan oleh para partisipan sekolah dalam implementasi MBS yang belum komplet tersebut. Konsekuensinya adalah munculnya kefrustasian, ketidakpuasan, menghabiskan tenaga dan akhirnya segera kembali kepada pola sebelumnya. Dampak dari kesalahan semacam ini adalah menurunkan kepercayaan lembaga untuk mengubah dirinya menuju masa depan.
Oleh karena itu, pada tahap awal inisiasi MBS harus dipersiapkan program sosialisasi yang matang agar berbagai pihak yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan di sekolah menyadari akan arti pentingnya implementasi MBS. Setelah timbul kesadaran itu maka langkah selanjutnya adalah memberikan pelatihan teknis implementasi MBS.
Dalam suasana seperti ini tampaknya yang diperlukan adalah pengetahuan dan ketrampilan tentang perubahan organisasi atau dinamika organisasi. Perubahan organisasi itu menjadi penting untuk dikemukakan karena orang sering melupakannya dengan asumsi suatu program baru dapat langsung dilaksanakan tanpa mengubah kebiasaan individu, kelompok dan organisasinya. Tetapi, ketika program itu mencakup sesuatu hal yang amat mendasar dan menyeluruh maka akan menghadapi kendala bila tidak dilakukan perubahan organisasinya.
Berdasarkan pengalaman Reynolds (1997) dalam menerapkan MBS di Amerika Serikat , yang paling memakan waktu adalah dalam membangun tim-tim lokal (building site-teams) yang terpusat pada tiga hal, yaitu isu-isu yang berkaitan dengan organisasi tim lokal dan upaya untuk mendefinisikan tujuannya, isu-isu yang berkaitan dengan manajemen di samping isu pengajaran, dan usulan yang ditolak oleh tingkat yang lebih tinggi di dalam suatu distrik.
Berdasarkan latar belakangnya, MBS di Indonesia muncul karena fakta menunjukkan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia rendah. Rendahnya kualitas pendidikan ini ditandai dengan adanya beberapa indicator, seperti pelajar dan mahasiswa Indonesia tidak dapat bersaing di taraf internasional, tidak sanggup berkompetisi dalam merebut pasaran kerja nasional ataupun internasional dan yang paling parah lagi lulusan pendidikan kita tidak dapat membentuk manusia yang bertanggungjawab. Dengan munculnya desakan dan kritikan dari masyarakat luas memaksa pemegang otoritas pendidikan untuk mereformasi dirinya sendiri. Sebagaimana dunia pendidikan dewasa ini memakai caranya dengan pilihan model MBS. Seiring dengan upaya reformasi di bidang pendidikan tersebut, secara nasional juga sedang diupayakan reformasi system administrasi yang dikenal dengan system pemerintahan daerah melelui UU No. 22 tahun 1999. namun sebenarnya landasan hokum MBS bukanlah UU tersebut, karena desentralisasi berdasar UU itu hanya sampai pada tingkat pemerintah kabupaten atau kota. Sementara itu desentralisasi pendidikan model MBS langsung ke tingkat sekolah.
Munculnya UU No. 22 tahun 1999 tersebut membawa dampak yang positif ataupun negative. Pertama, dampak positif akan terjadi apabila walikota atau bupati kemudian mengerti desentralisasi model MBS ini sehingga bersedia melimpahkan kekuasaan dan kewenangannya kepada sekolah secara langsung. Dengan demikian birokrasi penyelenggara pendidikan akan semakin pendek, yaitu sekolah dengan kabupaten atau kota saja, bukan dengan pemerintah pusat. Kedua, dampak negatifnya akan terjadi apabila bupati atau walikota menggunakan aji mumpung atas kekuasaannya dalam bidang pendidikan sehingga ingin menguasai sepenuhnya penyelenggaraan pendidikan di daerah tersebut. Apabila hal itu terjadi maka penyelenggaraan dan pengaturan pendidikan akan dikendalikan pada tingkat kabupaten atau kota. Bila demikian maka MBS tidakakan dapat berjalan secara efektif karena sekolah-sekolah tidak akan memiliki kekuasaan dan wewenang dalam mengatur dirinya sendiri.
BAB II
- Pengenalan SD
SD Negeri 3 Tuntang yang berada di Jalan Fatmawati No. 103 Tuntang Kec. Tuntang Kab. Semarang, menggunakan Menejemen Berbasis Sekolah (MBS) dari tahun 2004. Sekolah ini yang dulunya belum lengkap sarana dan prasaranya sekarang menjadi sekolah yang makin mandiri, semua pihak percaya serta akuntabel terhadap sekolah ini. Lulusan atau tingkat keberhasilan siswa 100% hal ini dikarenakan sekolah yang mengatur manajemen sekolah dengan rapi. Mulai dari fasilitas serta kualitas gurunya serta kepala sekolah selalu ditingkatkan.
Namun kekurangan dari SD ini prasarana belum sempurna jadi semua tugas TU dikerjakan oleh Guru yang pembagiannya ditentukan oleh kepala sekolah.
MBS dicanagkan oleh pemerintah namun sekolah yang harus mengolahnya. Semua guru wajib berfungsi dalam model pembelajaran PAKEM yaitu guru harus memberikan pelajaran semenarik mungkin agar siswa tidak jenuh. Upaya dean guru dan sekolah, bersama-sama memberikan solusi yang tepat dalam permasalahan MBS.
Kendala yang dialami tidak ada fasilitas untuk anak-anak ABK (Anak Berkebutuhan Khusus). Untuk mendidik ABK dan jalan keluar yang dilakukan selalu diberikan kasih sayang pada ABK.
- Instrumen pengamatan MBS
Visi misi sekolah tertulis dan di pajang di satu tempat dan mudah di baca dalam lingkungan sekolah dan dibuat oleh kepala sekolah, tokoh masyarakat sekitar sekolah dan para guru.
ISI VISI dan MISI
- VISI
Menciptakan siswa yang cerdas trampil berbudi luhur beriman bertaqwa.
- MISI
- Menggali potensi kecerdasan intelektual siswa sejak dini.
- Mengembangkan prestasi atau akademik dan menanamkan pengetahuan melalui pembelajaran terprogram.
- Mendidk siswa dengan aqlah mulia dan budi pekerti luhur.
- Menanamkan iman dan taqwa.
- Mengembangkan keterampilan siswa dengan latiahn terencana.
- Menguasai dasar-dasar teknologi sesuai dengan taraf perkembangan siswa.
RKS(Rencana Kerja Sekolah} dan RKAS(Rencana Kegiatan Anggaran Sekolah)kerangkanya sistematis dan selalu diperbaharui setiap tahun.dalam RKS dan RKAS memuat tentang :
- Pendidiakn ramah anak .
- Pendidikan inklusi(dalam seolah ini mencoba memasukanya dalam kurikulum)
- Pendidikan kecakapan hidup.
RKS memuat rencana pemeliharaan sekolah yang sesuai dengan anggaran dan kegiatan pemeliharaan serta sesuai dengan kebutuhan sekolah. Namun dalam penerapanya sebagai acuan kegiatan penyelenggaraan sekoalh hanya 10%-20% saja. Tapi ketercapaian RKAS 80%. Laporan RKAS dibuat secara rutin tapi tidak dapat di akses oleh umum hanya terbatas para guru.
Dalam sekolah terdaoat data inventaris missal ketersediaan toilet namun masih dalam jumlah terbatas tapi dalam kondisi kebersihannya terawatt. Adapula bak sampah tapi tidak ada area nermain untuk anak diluar kelas tidak hanya data inventaris ada juga data ketenagaan guru dan siswa yang di perbaharui secara regular dan sistematis. Untuk menjaga kelancaran serta kedisiplinan sekolah memebuata tata tertib kelas yang disusun dan di sepakati oleh semua siswa dan guru hanya 20%-30%warga sekolah yang melanggarnya. Di dalam peraturan tersebut meliputi dilarang kekerasan fisilk, emosional, penelentuaran di sekolah serta pelecehan seksual.
Tidak hanya tata tertib sekolah juga menerapkan disiplin positif atau konsekuensi logis. Serta segal macam bentuk pelnggaran ditanggapi dengan konsekuensi logis missal: tidak menghukum fisik bila terdapat siswa yang melanggar. Dalam penerapan disiplin logis tersebut kepala sekolah selalu meningkatkan kemampuan profesionalismenya dalam bentuk secara rutin ikut terlibat dalam bentuk kegiatan KKKS(Kelompok Kerja Kepala SEkolah)selau membagi pengalamannya di sekolah dalam rangka pembinaan guru. Tidak hanya kepala sekolah saja tapi guru pun selalu meningkatkan kemampuan profesioanlnya karena aktif terlibat dalam daln kegiatan rutin KKS(Kelompok Kerja Guru) serta melaksanakan semua hasilnya untuk peningkatan PAKEM.
Perangakatnya untuk semua mata pelajaran sesuai dengan permendiknas nomor 41 tahun 2007 mengenai standar proses pembelajaran. Isinya berupa penggunaan meatode pembelajaran yang teapat dan bervariasi oleh guru yang terampil dan sesuai dengan kompetensi yang di ajarkan tidak hanya guru siswapun terlibat dalmam kegiatan belajar secara berkelompok misal diskusi adapun interaksi yang terjadi dalam pembelajaran adalah multi arah (ada interaksi guru siswa , siswa-siswa). Dalam kegiatan tersebutn siswa diuji kebenarannya dalam tanya jawab atau menyatakan pendapat. Cara guru menstimulasi kemampuan berfikir kritis siswa dengan cara menggunakan 3 cara psikomotorik, afektif, koknitif. Bantuan atau intervensi guru kepada siswa selalu bersifat memancing siswa untuk berfikir misal dengan mengajukan pertanyaan yang bersifat terbuka.
Guru memanfaatkan sumber belajar dengan meggunakan buku yang penggunaanya sesuai dengan kompetensi, selain itu guru juga menggunakan media untuk memberikan contoh kongkrit yang menghubungkan antara teori dan praktek dan merangsang anak berfikir kritis. Seluruh siswa dapat melihat dengan jelas demonstrasi penggunaan alat peraga serta memahami cara penggunaanya. Tidak hanya buku, guru juga menggunakan LKS yang menunjang pembelajaran yang berisi lembar kerja untuk menemukan konsep, gagasan, cara, rummus dan menerapkanya dalam konteks lain.
Siswa belum mampu menghasilkan karya tulis namun hanya bisa membuat kerajinan tangan seperti menganyam, membuat kerajinan tanan dari tanah liat seperti asbak serta menggambar .Semua hasil karya siswa di pajang, diperbaharuidan ditata rapi.
Cara guru mengembangkan kegiatan mandiri siswa dengan memperhatikan bakat minat siswa dalam waktu yang terorganisir dengan baik. Sekitar 10% siswa SD Negeri tersebut tidak naik kelas atau mencapai kriteria ketuntasan minimal.Guru mendorong siswa melakukan refleksi setelah mempelajari suatu konsep atau keterampilan di akhir pembelajaran.
- Peran serta masyarakat dalam perkembangan MBS di sekolah
Komite sekolah melakukan fungsi pendukung, pemberi pertimbangan ,pengontrol ,mediator.Proses pemilihan komite sekolah dilakukan secara bersama-sama (kepala sekola, guru, dan perwakilan orang tua siswa) dan berjalan secara demokratis.Program komite sekolah disusun oleh perwakilan guru dan wakil kepala sekolah serta pelaksanaanya hampir 100%.Orang tua sebagai wali murid kurang berpartisipasi dalam membimbing siswa belajar di rumah hanya sekitar 25% saja.Orang tua hanya sekilas mendapatkan informasi yang cukup dalam proses penyusunan kurikulum mata pelajaran sekolah. Mereka tidak terlibat dan member masukan dalam penyusunan. Masyarakat sekitar sangat antusias dalam membantu penyelenggaraan kegiatan sekolah seperti dana , pemikiran, barang, tenaga, keamanan, atau sebagai nara sumber. Pada setiap akhir kegiatan dan akhir semester pengurus komite sekolah menyusun laporan secara tertulis kepada sekolah terkait kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dan pelaksanaanny dua kali dalam setahun.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Dari pelaksanaan hasil observasi program MBS di SD NEGERI 3 TUNTANG, pelaksaan MBS telah memenuhi kriteria yang telah ditentukan, karena sekolahan tersebut telah melaksanakan instrumen pelaksaan program MBS dengan baik. Dan didukung oleh organisasi yang bekerja dengan sungguh-sungguh, untuk terus memajukan sekolahan mereka agar lebih baik, lebih maju, dan lebih mandiri.
- Saran
Sekolah sebagai penyelenggara utama Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), dalam penyelenggaraannya sebaiknya lebih ditingkatkan lagi terutama bertindak kreatif dalam mengelola sekolah sehingga menciptakan sekolah yang bermutu dan berkualitas.
Bagi para pengelola pendidikan, otonomi pendidikan memberikan kewenangan pada para pengelola sekolah untuk mengelola sekolah sesuai kemampuan sumber daya yang ada secara lebih mandiri. Pentingnya mutu merupakan salah satu alasan krusial untuk perbaikan sekolah secara berkelanjutan.
Bagi para guru, guru merupakan salah satu komponen vital dalam pembelajaran. Kesadaran dan kemauan guru untuk selalu melakukan peningkatan kompetensi dan profesionalisme jelas akan memberi kolerasi positif pada peningkatan proses dan hasil pendidikan. Setidaknya guru harus memiliki empat kompetensi yaitu (a) kompetensi pedagogik, (b) kompetensi kepribadian, (c) kompetensi profesional dan, (d) kompetensi sosial.oleh karena itu guru dituntut untuk selalu kreatif dan inovatif dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran disekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Hasil Observasi di SD NEGERI 3 TUNTANG
Daftar Instrumen Pengamatan Pelaksanaan Program MBS di Sekolah.
Wikipedia, the free encyclopedia.
Daftar Instrumen Pengamatan Pelaksanaan Program MBS di Sekolah (SD NEGERI 3 TUNTANG)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar