Selasa, 30 November 2010

PENGAMATAN PELAKSANAAN PROGAM MBS DI SEKOLAH


PENGAMATAN PELAKSANAAN PROGAM MBS DI SEKOLAH
Disusun oleh :
Hanna Angelina .P                (292008520)
Novi Yunitasari                     (292008514)
Dewi Anggraini .P                 (292008539)
Fifi Ari Susanti                      (292008522)
Lusiana Puspita Dewi           (292008504)
Lestari Sukowati                   (292008526)

Kata Pengantar

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena kelompok kami yang beranggotakan:
1.      Dewi Anggraini P                  
2.      Fifi Ari Susanti
3.      Hanna Angelina P
4.      Lusi Puspitadewi
5.      Novi Yunitasari
6.      Lestari Sukowati
Telah melaksanakan observasi pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di SD Kristen 04 Salatiga. Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Wisnu Subagyo selaku Kepala Sekolah SD Kristen 04 yang telah bersedia memberikan informasi tentang pelaksanaan MBS di SD Kristen 04.
Berbagai informasi telah kami dapatkan mengenai pelaksanaan MBS, sehingga menambah wawasan kami mengenai MBS. Oleh karena itu kami merangkum hasil obervasi tersebut dalam bentuk makalah, dengan harapan agar kiranya hasil observasi kami dapat berguna, pada siapapun yang membaca. Dan harapan kami juga, pembaca dapat mengkritisi pelaksanaan MBS yang ada di Indonesia, sebagai contohnya SD Kristen 04 Salatiga. Sehingga dapat memajukan sistem pendidikan di Indonesia.
Selamat membaca.
    Bab 1
   Pendahuluan
Latar Belakang
Saat ini sekolah-sekolah di Indonesia menerapkan sistem manajemen pendidikan yang berbasis sekolah atau yang lebih dikenal dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Namun sebenarnya apa arti manajemen pendidikan itu sendiri. Menurut Gaffar (1989) manajemen pendidikan berarti suatu proses kerja sama yang sistematik, sistemik, dan komprehesif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Manajemen pendidikan juga berarti segala sesuatu yang behubungan dengan pengelolaan proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan baik itu jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang.
Tujuan pendidikan dapat tercapai secara optimal, efektif dan efisien bila ada manajemen dalam pendidikan itu sendiri. Hal inilah yang mendasari tumbuhnya kesadaran akan pentingnya manajemen berbasis sekolah yang memberi kewenangan penuh kepada sekolah untuk mengelola sekolahnya sendiri.Dalam pelaksanaan MBS perlu melihat juga kebutuhan dan minat peserta didik, dan masyarakat setempat.
Tujuan MBS sendiri secara umum adalah mengembangkan model untuk memberdayakan sekolah melalui pelaksanaan MBS, pembelajaran aktif kreatif, dan menyenangkan (PAKEM), peran serta masyarakat dalam lingkungan sekolah yang sayang anak. Ketiga tujuan itulah yang menjadi pilar utama dalam MBS. Dan tujuan akhir dalam MBS adalah meningkatkan kinerja sekolah yang dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip dalam MBS.
 Prinsip-prinsip MBS adalah keterbukaan, kebersamaan, akuntabilitas, demokratis, keberlanjutan, menyeluruh, kemandirian, berorientasi pada mutu, pencapaian peran serta masyarakat, pendidikan untuk semua.
MBS memerlukan adanya perubahan tingkah laku kepala sekolah, guru, dan tenaga administrasi dalam mengoperasikan sekolah. Kepala sekolah, guru, dan tenaga administrasi harus mempunyai sifat profesional dan manajerial dimana mereka harus memiliki pengetahuan yang mendalam tentang peserta didik dan prinsip-prinsip dalam pendidikan, yang dimaksudkan agar segala keputusan yang diambil merupakan pertimbangan-pertimbangan pendidikan.
Berdasarkan uraian di atas maka dilakukanlah pengamatan pelaksanaan MBS di SD Kristen 04 Salatiga. Yang mencakup perkembangan pelaksanaan MBS, pelaksanaan pembelajaran kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM), bagaimana peran serta masyrakat dalam lingkungan yang sayang anak.

BAB II
ISI
  1. Manajemen Sekolah
SD Kristen 04, Salatiga yang terletak di jl.Jendral Sudirman no.109 Salatiga merupakan SD yang telah mampu menerapkan program MBS dengan baik. Sekolah tersebut mempunyai Visi dan Misi yang sudah tercantum.
Penyusunan visi dan misi sekolah disusun bersama pemngku kepentingan yang meliputi : Kepala Sekolah, Guru, Yayasan dan Komite Sekolah. Semua warga sekolah mengetahui garis besar visi dan misi sekolah yang dapat ditemui di sudut sekolah dan juga mudah diakses dari mana saja sehingga semua warga sekolah ataupun masyrakat sekitar dapat mengetahui dan memahami rumusan visi dan misi sekolah.
SD Kristen 04 memiliki Rencana Kegiatan Sekolah ( RKS ) dan Rencana Kerja dan Anggaran Sekolah ( RKAS ) yang meliputi pendidikan ramah anak, pendidikan inklusi, dan pendidikan kecakapan hidup. RKS dan RKAS di SD Kristen 04 yang selalu diperbaharui setiap tahun dan kerangkanya sistematis. RKS memuat anggaran dan kegiatan pemeliharaan sekolah yang disesuaikan dengan kebutuhan sekolah. Sedangkan prosentase acuan sekolah dalam menyelenggarakan kegiatan sekolah sebesar 75-100%. Dalam pelaksanaannya, ketercapaian RKAS sebesar 75-100%. Dan adanya laporan RKAS, yaitu laporan rutin, yang dapat diakses dan juga disampaikan kepada pemangku kepentingan.    
Inventaris yang ada di SD Kristen 04, yang meliputi data wali kelas, daftar guru dan karyawan, dan lain-lain. Khusus pada daftar guru dan karaywan selalu diperbaharui setiap tahunnya karena bisa saja ada guru yang keluar ataupun masuk ke sekolah tersebut. Disamping itu juga terdapat kartu kelas yang berisikan tentang daftar invertaris kelas misalnya dikelas 1 ada 15 meja siswa dan 30 tempat duduk siswa, ada 1 buah almari, 1 buah rak buku,dll. Di ruang guru dan kepala sekolah terdapat papan data yang berisikan daftar ketenagaan dan jumlah siswa yang diperbaharui secara regular dan sistematis.
SD Kristen 04 mempunyai sistem tata tertib sekolah yang disusun dan di sepakati oleh warga sekolah baik guru ataupun siswa. Tata tertib sekolah itu wajib di taati oleh semua warga sekolah, dan bagi yang melanggar tata tertib sekolah akan mendapatkan hukuman. Hukuman itu sifatnya mendidik dan disesuaikan dengan tingkat pelanggaran. Selain tata tertib sekolah juga terdapat tata tertib kelas yang disusun oleh semua anggota kelas yang telah disepakati bersama. Setiap kelas memiliki tata tertib yang berbeda sesuai kesepakatan bersama.  Prosentase warga sekolah yang menaati tata tertib sekolah sebesar 75-90%, sedangkan prosentase warga sekolah dalam membuang sampah pada tempatnya kurang dari 50% karena disekolah tersebut ketersediaan tempat sampah cukup banyak yang tersebar di sudut-sudut sekolah.
Perlakuan kekerasan fisik, emosional, penelantaran di sekolah dan pelecehan seksual tidak ada di SD Kristen 04 Salatiga. Sekolah juga menerapkan disiplin positif atau konsekuensi logis dan bentuk pelanggarannya ditanggapi dengan konsekuensi logis dan juga dicatat. Kepala sekolah selalu meningkatkan kemampuan professionalnya dengan melibatkan diri dalam kegiatan KKKS dan selalu membagi pengalamannya di sekolah dalam rangka pembinaan guru. Kepala Sekolah mengikuti kegiatan KKKS secara rutin setiap hari Jumat. Guru di SD Kristen 04 meningkatkan kemampuan profesionalnya dengan terlibat aktif dalam kegiatan rutin KKG dan juga melaksanakan hasilnya untuk peningkatan PAKEM.
  1. Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan
            Setiap kelas memiliki Program Semester Pembelajaran dan program tersebut seluruhnya di gunakan dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas. Silabus pembelajaran tersedia untuk semua pembelajaran. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan perangkatnya tersedia untuk semua kelas dan mata pelajaran. RPP yang dibuat sesuai dengan Permendiknas nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses yang mengandung 3 aspek yaitu eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Pembelajaran yang digunakan sesuai dengan RPP yang dibuat.
            Dalam proses belajar mengajar guru menggunakan metode pembelajaran yang tepat dan bervariasi. Guru mengajar dengan terampil dan sesuai dengan kompetensi yang diajarkan. Sebagian besar siswa aktif terlibat dalam kegiatan belajar secara berkelompok. Pertanyaan yang diajukan oleh guru selalu memancing siswa untuk mengeluarkan ide mereka sendiri. Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa dengan mengamati respon siswa dan menunjuk siswa yang harus menjawab.
            Terdapat interaksi multiarah yaitu antara guru-siswa, siswa-siswa dalam pembelajaran. Respon siswa dalam pembelajaran sangat bagus, mereka berani bertanya, menjawab atau menyatakan pendapat dengan tertib. Bantuan atau interpensi guru kepada siswa selalu memancing siswa untuk berfikir, misalnya dengan mengajukan pertanyaan yang bersifat terbuka (dalam batas kemampuan muridnya), sehingga guru sangat menstimulasi cara berfikir siswa.
            Cara pembelajaran dalam kelas sangat bervariasi (klasikal, kelompok, berpasangan, induvidu, dsb), sesuai dengan materi pelajaran dan memancing keaktifan siswa. Dalam memanfaatkan sumber belajar, guru terampil menggunakan berbagai sumber belajar (termasuk lingkungan sekitar) yang sesuai dengan kompetensi yang dikembangkan. Media pembelajaran yang digunakan oleh guru bermacam-macam, salah satunya guru memberikan contoh konkrit yang menghubungkan teori, praktik dan merangsang anak berpikir kritis.
            Siswa terlibat sepenuhnya dalam pembelajaran. Mereka dapat melihat dengan jelas demonstrasi penggunaan alat peraga, dapat mendengar penjelasan demonstrasi alat peraga dan memahami cara penggunaannya. Dalam pembelajaran guru menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS), lembar kerja tersebut membantu siswa untuk menemukan konsep/gagasan/cara/rumus. Hasil karya tulis siswa berupa puisi, cerpen, dongeng, gambar dan lain-lain dipajang di mading yang ditempelkan didepan kelas masing-masing. Hasil karya siswa yang dipajang, selalu diperbaharui dan ditata dengan rapi.
            Hasil belajar siswa dijadikan referensi evaluasi mengajar guru dan pelaksanaan remedial atau pengayaan pembelajaran siswa secara keseluruhan. Guru menggunakan penilaian proses dan hasil untuk memantau kemajuan belajar siswa. Cara guru untuk mengembangkan kegiatan mandiri siswa yaitu dengan memperhatikan bakat dan minat siswa, disediakan alokasi waktu yang cukup dan terorganisir dengan baik. Sebagian besar siswa dalam berbagai mata pelajaran mencapai Kriteri Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan.
            Di setiap kelas tersedia sudut baca yang selalu dimanfaatkan siswa sebagai sumber belajar, sehingga menumbuhkan minat siswa untuk membaca dan dimanfaatkan sebagai sumber belajar. Buku-buku  yang tersedia di sudut baca antara lain buku teks, LKS, buku cerita dan buku-buku yang relevan untuk mendukung kegiatan belajar mengajar. Di akhir pembelajaran guru selalu meminta siswa untuk melakukan refleksi setelah mempelajari suatu konsep/keterampilan.
  1. Peran Serta Masyarakat
Untuk membantu dalam program pelaksanaan sekolah SD Kristen 04 mempunyai komite sekolah yang mempunyai fungsi-fungsi sebagai pendukung, pemberi pertimbangan, pengontrol, dan mediator. Pemilihan komite sekolah tersebut dilakukan secara bersama-sama ole kepala sekolah, guru, dan perwakilan orang tua siswa dan berjalan secara demokratis. Selaian komite sekolah, juga terdapat komite yayasan yang ditunjuk dari majelis gereja Yayasan Pendidikan Eben Haezer (YPE) Salatiga, serta terdapat juga Persatuan Orang Tua Siswa dan Guru (POSG). Ketiga bentuk komite sekolah tersebut dinamakan sebagai mitra sekolah, yang pada dasarnya masing-masing mempunyai program dalam upaya meningkatkan mutu sekolah.
Semua pengurus sekolah memahami tugas pokok dan fungsinya. Program komite disusun secara bersama-sama oleh semua pemangku kepentingan di sekolah. Prosentase pelaksanaan program komite sekolah sebesar 75-100%. Di SD Kristen 04 Salatiga, seluruh orang tua ikut berpartisipasi dalam membimbing siswa belajar dirumah, prosentasenya sebesar 75-100%. Orang tua juga mendapakan informasi yang cukup dalam tentang proses penyusunan kurikulum mata pelajaran dan orang tua paham dengan muatan kurikulum, terlibat dalam penyusunan dan memberi masukan. Kerjasama tersebut terjalin karena antara pihak sekolah dan pengurus sekolah, yayasan serta pemerintah dapat saling membantu.
Dalam penyelenggarakan kegiatan sekolah peran masyarakat sangat penting dalam membantu penyelenggaraan seperti dana, pemikiran barang, tenaga, keamanan. Dalam hal ini di SD Kristen 04 Salatiga menyelenggarakan bazar setiap 1tahun sekali dalam 3 hari berturut-turut. Bazaar tersebut biasanya diikuti oleh semua warga sekolah, untuk membantu memperlancar kegiatan tersebut. Kegiatan ini menampilkan berbagai macam hasil karya siswa, peragaan busana, lomba menyanyi, serta ada juga dari PSOG menyajikan makanan yang bisa dimakan anak secara sukarela.
SD Kristen 04 memiliki sumber air yang bersih dan cukup untuk kebutuhan sekolah. Kita bisa melihat tersedianya toilet yang tersedia cukup banyak dan memiliki air yang bersih dan terjaga kebersihannya. Toilet yang tersedia terpisah untuk siswa laki-laki dan perempuan. Ketersediaan tempat sampah berfungsi dengan baik dan terawat kebersihannya, hampir semua (di atas 90%) siswa membuang sampah pada tempatnya. SD ini memiliki area bermain yang aman, cukup memadai dan bersih.
Setiap kelas memiliki tata tertib yang disusun dan disepakati bersama dan sebagian besar warga sekolah menaati tata tertib (75-90%). Di dalam lingkungan sekolah tidak terjadi kekerasan fisik,kekerasan emosional, penelantaran di sekolah dan pelecehan seksual. Sekolah juga menerapkan disiplin positif atau konsekuensi logis sehingga segala bentuk pelanggaran ditanggapi dengan konsekuensi logis tetapi tidak dicatat.
BAB III
         PENUTUP

1.      Kesimpulan
SD Kristen 04 Salatiga, telah melaksanakan MBS dengan baik. Karena dilihat dari hasil observasi kami dengan berbagai indicator dapat terlihat bahwa sekolah tersebut melaksanakan MBS sesuai dengan batas-batas kemampuan sekolah, sehingga pelaksanaannya mendapat dukungan dari berbagai pihak untuk 
2.      Saran
Saran dari kami adalah tingkatkan terus pelaksanaan MBS di SD Kristen 04 Salatiga, agar sekolah terus berkembang sesuai karakteristiknya, dan bisa menjawab kebutuhan masyarakat akan pendidikan di Indonesia.


Pelaksanaan MBS


PELAKSANAAN MBS
Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas Based School Management
Disusun oleh :

Hanna anngelina .P               (292008520)
Novi Yunitasari                     (292008514)
Dewi Anggraini .P                 (292008539)
Fifi Ari Susanti                      (292008522)
Lusiana Puspita Dewi           (292008504)
Lestari sukowati                    (292008526)

Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen Berbasis Sekolah adalah model manajemen yang memberikan
otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan
bersama atau partisipatif dari semua warga sekolah dan masyarakat. Untuk mengelola sekolah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan kebijakan pendidikan nasional. Otonomi yang demikian memberikan kebebasan sekolah untuk membuat program-program sesuai dengan kebutuhan sekolah. Pengambilan keputusan bersama dengan warga sekolah dan dedikasi tanggung jawab bersama untuk kemajuan sekolah. Dengan tidak mengurangi otonomi sekolah, demi kepentingan-kepentingan pribadi atau kelompok untuk menguasai sekolah tanpa partisipasi warga sekolah dan masyarakat.
Perkembangan MBS di Kanada
Model MBS yang diterapkan di Kanada di kenal dengan pendeligasian keuangan. Pendekatan yang digunakan adalah School Site Decision Making, yang telah menghasilkan desentralisasi alokasi sumber daya, baik tenaga pendidik dan kependidikan, perlengkapan, barang-barang keperluan sekolah, maupun layanan pendidikan. Langkah awal dimulai denagn pada pertengahan tahun 1970 dengan tujuh sekolah rintisan, kemudian diadopsi dalam sistem yang lebih luas menjadi pendekatan manajemen-mandiri secara komprehensif yang hingga saat ini dilembagakan. Ciri pada model ini adalah tidak adanya dewan sekolah atau komite sekolah. Pada tahun 1986 kemudian memperluas pendekatan dengan adanya layanan konsultan pusat. Sekolah menerima alokasi secara “lupsum” yang kemudian ditambah biaya layanan konsultan yang secara historis pernah dilakukan berdasarkan dengan tipe sekolah dan tingkat kebutuhan siswa. Alokasi kemudian dimasukkan dalam anggaran yang berbasis sekolah. Kemudian menentukan standar biaya untuk berbagai tipe layanan dan ada taguhan pembayaran kepada sekolah sesuai layanan yang dikehendaki. Sekolah dapat memilih jenis-jenis layanan yang disediakan oleh daerah. Pada tahun 1981 juga juga diadakan program pengefektifan guru. Program pengembangan profesional guru di danai dari anggaran berbasis sekolah yang dilakukan setengah hari per minggu. Kegiatan ini menjangkau sebagian besar sekolah dan mencapai sekitar 50% guru-guru.  Proses monitoring kemudian dikembangkan dalam rangka menjamin akuntabilitas. Siswa yang berada pada tahun ke 3, 6, 9, 12 di uji untuk semua bidang pada kurikulum. Kemudian menentukan standar tingkat prestasi yang harus dicapai dan kemuidan digunakan sebagai dasar perbandingan prestasi siswa pada tahun berikutnya. Setiap tahunnya dilakukan survei pendapat kepada siswa, guru, kepala sekolah, staff daerah, dan orang tua siswa, keuidan dilakukan pengklasifikasian tingkat kepuasan mereka dalam kaitan dengan peran –peran mereka. Pada tahun 1994, dimulailah restrukturisasi sistem secara keseluruhan. Hal ini berkaitan dengan membuat undang-undang reformasi yang luas dalam bidang pendidikan yang menghasilkan kantor pusat pada Departemen Pendidikan yang lebih kecil, pengurangan jumlah distrik sekolah secara drastis dari 140 menjadi 60, kemudian penyerahan sebagian besar kewenangan kepada tingkat sekolah. Ciri kunci dalam reformasi terletak pada peningkatan pera orang tua, masyarakat, dan kalangan bisnis dan kewenangan untuk pengambilan keputusan dalam layanan kependidikan, yang juga termasuk penyediaan sumber daya, dan menentukan hasil yang dicapai. Pengenalan “Charters Schools” dengan otonomi dan fleksibiitas pengelolaan juga dituangkan di dalam perundangan yang baru.
SMI sudah menjawab permasalahan pendidikan di Hongkong karena kerangka acuan SMI berisikan lima kebijakan pokok yaitu:
(a) peran dan hubungan baru untuk Departemen Pendidikan.
(b) peran baru bagi komite manajemen sekolah, para sponsor, pengawas sekolah dan kepala sekolah.
(c) fleksibilitas yang lebih besar dalam keuangan sekolah
(d) partisipasi dalam pengambilan keputusan serta,
(5) sebagai kerangka acuan dalam hal akuntabilitas.
Pada kerangka acuan akuntabilitas mencatat dua hal penting yaitu tingkatan individual dan tingkatan sekolah secara menyeluruh. Pertama, sistem pelaporan atau penilaian direkomendasikan dan diminta untuk dikonsultasikan kepada dewan manajemen sekolah, serta memperhatikan penilaian yang dimiliki oleh Departemen Pendidikan, sebagai langkah awal. Kedua, akuntabilitas sekolah sebagaisuatu keseluruhan. Setiap sekolah perlu membuat rencana tahunan sekolah, menetapkan tujuan dan kegiatan yang ingin dicapai pada tahun yang akan datang, serta mepertanggungjawabkannya. Perencanaan sekolah yang dibuat, memungkinkan sekolah untuk menentukan prioritas, membuat alokasi anggran, dan mengkomunikasikan arah dan tujuan kepada masyrakat. Sekolah juga diminta untuk membuat profil sekolah tahunan yang memuat kegiatan pada tahun sebelumnya yang digunakan untuk memetakan pencapaian pada sejumlah indikator speti prestasi belajar siswa pada mata pelajaran utama, kegiatan non-akdemis, profil tenaga kependidikan dengan memebrikan gambaran tantang pergantian staff, kualifikasi, dan kompetensinya.
Dengan lima kebijakan pokok dalam SMI dan pemaparannya tersebut sudah menjawab permasalahan yang ada di hongkong. Permasalahan di hongkong meliputi tidak memadainya proses dan struktur manajemen, buruknya pemahaman peran dan tanggung jawab, tidak adanya pengukuran kemampuan,
menekankan pada kontrol yang mendetail daripada kerangka kerja tanggung jawab dan akuntabilitas, serta menekankan pada pengendalian biaya margin daripada efektivitas biaya dan nilai uang. Menurut Cheng(1996:44) menyatakan bahwa munculnya model SMI ini adalah usaha untuk meperbaiki mutu pendidikan dengan memperluas kesempatan dan sistem pendidikan, perbaikan inpt sumberdaya, serta perbaikan fasilitas belajar-mengajar seperti program remedial, bimbingan siswa, dan beberapa penataran dalam-jabatan. Dengan adanya kebijakan ini mengubah model manajemen yang sentralistik, serta memberikan otonimi yang lebih besar kepada sekolah dalam hal pengelolaan dan pendanan pada tingkat sekolah yang bersangkutan. Model SMI menetapkan peran-peran mereka yang bertanggung jawab atas pengelolaan sekolah terutama sponsor, ‘managers’ kepala sekolah. Hal tersebut memberikan  peluang yang lebih besar kepada guru, orang tua, dan alumni (former students) untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, manejemen, serta mendorong perencanaan dan evaluasi kegiatan sekolah yang lebih sistematik, memberikan fleksibiltas yang lebih besar kepada sekolah dalam hal pemanfaatan sumber daya yang dimiliki. Prinsip penyelenggaraan sekolah menekankan pada manejemen bersama (joint manajemen), serta mendorong partisipasi guru, orang tua, dan siswa dalam penyelenggaraan sekolah.

Sedangkan di Indonesia sendiri ada beberapa permasalahan yang akhirnya membuat MBS diterapkan di Indonesia. Bermula dengan diberlakukannya otonomi daerah maka kewenangan Pemerntah Pusat dilimpahkan ke Pemerintah daerah. Dengan otonomi dan desentralisasi itu berdampak pula pada bidang pendidikan. Ada sejumlah alasan yang mendasari perubahan paradigma penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan secara sentralistik  menjadi desentralistik. Pertama, sistem penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan secara sentralistik menyebabkan tingginya ketergantungan kepada keputusan birokrasi. Padahal, kebijakan pusat tersebut kerap terlalu umum dan kurang sesuai dengan situasi dan sekolah. Dampaknya adalah sekolah kehilangan kemandirian, inisiatif, dan kreativitas yang pada akhirnya berdampak pada kurangnya motivasi untuk mengembangkan dan meningkatkan mutu pendidikan dan tata layanan pendidikan di sekolah. Kedua, kebijakan penyelenggaraan pendidikan terlalu berorientasi pada keluaran pendidikan itu sendiri. Ketiga, peran serta masyarakat terutama orang tua peserta didik dalam penyelenggaraan pendidikan masih kurang.
Ada 8 motif diterapkannya MBS di Indonesia:
1.      Sekolah lebih mnegetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya, sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatn sumber daya yang tesedia untuk memajukan sekolahnya.
2.      Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input dan output pendidikan yang akan dikembangkan da didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai denagn tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
3.      Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih tepat untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang paling tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya.
4.      Penggunaan sumber daya pendidikan lebih efisien dan efektif apabial masyarakat setempat juga ikut mengontrol.
5.      Keterliabatan semua warga sekoalh dan masyarakat dalam pengambilan keputusan sekolah, manciptakan transparasi dan demokrasi yang sehat.
6.      Sekolah bertanggung jawab tentang mutu pendidikan sekolah masing-masing kepada pemerintah, orang tua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya. Sekolah akan berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasarab mutu pendidikan yang telah direncanakan.
7.      Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya inovatif dengan dukungan orangtua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah.
8.      Sekolah dapat secara tepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah dengan cepat.
Kendala dalam pelaksanaan MBS adalah:
1.      Tidak berminat untuk terlibat.
Sebagian orang tidak menginginkan kerja tambahan selain pekerjaan yang mereka lakukan. Mereka tidak ingi untuk ikut serta dalam kegiatan yang bagi mereka hanya akan menambah beban. Aggota dewan sekoalh ahrus lebih banyak menggunakan waktunya dalam hal-hal yang menyangkut perencanaan dan anggaran. Akibatnya adalah kepala sekolah dan guru tidak memiliki banyak waktu lagi yang tersisa untuk memikirkan aspek-aspek lain dari pekerjaan mereka. Tidak semua guru akan berminat dalam proses penyusunan anggaran atau tidak ingin menyediakan waktunya untuk urusan itu.
2.      Tidak efisien.
Pengambilan keputusan yang dilakukan secara partisipatif adalakanya menimbulkan frustasi dan seringkali lebih lamban dibandingkan denagn cara-cara yang otokratis. Pada anggota dewan sekolah harus dapat bekerja sama dan memusatkan perhatian pada tugas, bukan pada hal-hal lain di luar itu.
3.      Pikiran kelompok.
Para anggota dewan sekolah kemungkinan besar akan semakin kohesif setelah beberapa saat bersama. Hal ini akan berdampak positif di satu sisi karena mereka akan saling mendukung satu sama lain, namun di sisi lain kohesivitas itu menyebabkan anggota terlalu kompromis hanya karena tidak merasa enak berbeda pendapat dengan anggota lainnya. Pada saat inilah dewan sekolah mulai terjangkit “pikiran kelompok”. Ini berbahaya karena keputusan yang diambil kemungkinan besar tidak lagi realistis.
4.      Memerlukan pelatihan.
Pihak-pihak yang berkepentingan kemungkinan besar sama sekali tidak atau belum berpengalaman menerapkan pengalaman model yang rumit dan partisipasif ini. Mereka kemungkinan tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan mengenai hakikat MBS yang sebenarnya dan bagaimana cara kerjannya, pengambilan keputusan, komunikasi, dan lain-lain.
5.      Kebingungan atas peran dan tanggung jawab baru.
Pihak-pihak yang terlibat kemungkinan besar telah sangat terkondisi dengan iklim kerja yang selama ini mereka geluti. Penerapan MBS mengubah peran dan tanggung jawab dari pihak-pihak yang berkepentingan. Perubahan yang mendadak itu kemungkinan besar akan menimbulkan kejutan dan kebingungan sehingga mereka ragu untuk memikul tanggung jawab pengambilan keputusan.
6.      Kesulitan koordinasi.
Setiap penerapan model yang rumit dan mencakuo kegiatan yang beragam mengharuskan adanya koordinasi yang efektif dan efisien. Karena tanpa hal itu kegiatan yang beragam akan berjalan sendiri ke tujuannya masing-masing yang kemungkinan besar sama sekali menjau dari tujuan sekolah.
Yang paling banyak peranannya adalah:
Kepala sekolah dan seluruh warga sekolah termasuk orang tua siswa. Alasannya adalah kepala sekolah memiliki kekuasaan yang begitu besar dalam mengambil keputusan berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sekolah dibandingkan dengan sistem pendidikan sebelumnya. Kekuasaan ini dimaksudkan untuk memungkinkan sekolah berjalan efektif dan efisien. Kekuasaan yang dimiliki kepala sekolah akan efektif apabila mendapat dukungan dari berbbagai pihak terutama guru dan orang tua. Kekuasaan yang lebih besar yang dimiliki kepala sekolah perlu dilaksanakan secara demokratis, seperti melibatkan guru dan orang tua siswa. Membentuk tim-tim kecil di level sekolah yang diberi kewenangan untuk mengambil keputusan yang relevan dengan tugasnya. Menjalin kerjasama dengan organisasi di luar sekolah. Pengetahuan dan seluruh warga sekolah harus harus menjadi seseorang yang berusaha secara terus menerus menambah pengetahuan dan keterampilan dalam rangka meningkatkan mutu sekolah.
Tujuan MBS yang diterapkan di Indonesia:
1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam
mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama/partisipatif.
3. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua masyarakat dan pemerintah
tentang sekolahnya.
4. Meningkatkan kompetensi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang
akan dicapai.
Kesimpulan.
1. MBS adalah model manajemen sekolah yang memberikan otonomi kepada sekolah dan
menekankan keputusan sekolah bersama/ partisipatif dari semua warga sekolah dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.
2. MBS memberikan kemungkinan sekolah memiliki kewenangan yang besar mengelola
sekolahnya agar lebih berdaya kreatif sehingga dapat mengembangkan program-
program yang lebih cocok dengan kebutuhan dan potensi sekolah.
3. Tahap pelaksanaan MBS meliputi sosialisasi merumuskan visi, misi, tujuan dan
sasaran sekolah, identifikasi fungsi-fungsi pendidikan/sekolah, analisis tingkat
kesiapan fungsi, pemecahan masalah, menyiapkan/ menyusun program, evaluasi dan
penyempurnaan.
4. MBS akan efektif apabila pelaksanaanya didukung oleh sumber daya manusia ( SDM )
Yang memilki kemauan,integritasyang tinggi,baik dijajaran sekolah,Dinas Pendidikan
Kabupate/Kota, Dinas Pendidikan Propinsi maupun pusat
5. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan MBS adalah merupakan sistem dan bagian integral
pengelolaan pendidikan. Dengan ME dapat diketahui tingkat kemajuan pendidikan di
sekolah, dimana dari hasil ME ini dipakai sebagai bahan masukan untuk penyempurnaa
dalam penyelenggaraan sekolah.

Saran
1. Perubahan paradigma manajemen pendidikan dari manajemen sentralistik menuju
Manajemen Berbasis sekolah perlu ditindak lanjuti dengan peraturan perundang
undangan.
2. MBS diharapkan tidak disalah gunakan dalam artian memberi peluang terhadap keinginan/ambisi baik individu maupun kelompok untuk menguasai/mengelola sekolah menurut kemauannya sendiri tanpa memperhatikan dan mengakomodasi aspirasi dan partisipasi warga sekolah dan masyarakat.

Senin, 29 November 2010

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI MANAGEMEN BERBASIS SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN DI SD BETHANY SALATIGA Diajukan kepada Bapak Slameto Untuk Memenuhi Tugas Observasi Mata Kuliah Managemen Berbasis Sekolah

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI MANAGEMEN BERBASIS SEKOLAH
DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN DI
SD BETHANY SALATIGA
Diajukan kepada Bapak Slameto
Untuk Memenuhi Tugas Observasi Mata Kuliah Managemen Berbasis Sekolah


Disusun oleh:
Javid Nama Ayu Laksmi                                 (292008134)
Ardiani Widya Anggraeni              (292008508)
Puji Yatmoko                                     (292008512)
Ardi Bangkit Purwoko                    (292008524)
Ratna Fitriani                                      (292008534)
Dita Ariyanti                                       (292008543)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2010

KATA PENGANTAR
Segala puji penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya makalah yang berjudul “Efektivitas Implementasi Managemen Berbasis Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan di SD Bethany Salatiga”.
Selesainya makalah ini tak lepas dari bantuan semua pihak dalam memberikan informasi dalam makalah ini dan memberikan jalan keluar dalam mengatasi kesulitan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1.        Orang tua kami penulis yang lewat keduanya penulis mendapatkan kesempatan, kasih sayang, dan doa, juga dukungan moral dan materi sehingga penulis berkesempatan mendapat pendidikan dan menyelesaikan makalah ini.
2.       Prof. Dr. Slameto S.Pd, dosen mata kuliah managemen berbasis sekolah yang telah memberikan materi tentang managemen berbasis sekolah.
3.       Bapak Prasetyandaru, kepala sekolah SD Bethany Salatiga yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan observasi, juga memberikan informasi dan inspirasi pada penulis.
Penulis berharap makalah ini dapat berguna dan dapat menginspirasi para pembaca. Penulis sadar bahwa makalah ini tak lepas dari berbagai kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk perbaikan makalah ini.

Salatiga, 26 November 2010


Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
A.      Latar Belakang Masalah
B.      Rumusan Masalah
C.      Tujuan
Bab II Isi
A.      Kajian Teori
B.      Identitas Sekolah
Bab III Penutup
A.      Kesimpulan
B.      Saran


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah
Mutu pendidikan di Indonesia sudah memprihatinkan, hal itu ditandai dengan kurangnya prestasi akademik, kurangnya kreativitas, serta kemandirian siswa. Selain itu, relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat semakin dipertanyakan dan menyebabkan masyarakat pesimis terhadap sekolah.
Dengan adanya perubahan sistem pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi atau otonomi daerah (semoga bukan hanya karena kelatahan pemerintah) dan dalam usaha peningkatan mutu pendidikan dan penyesuaian relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat, pemerintah menerapkan sistem pengelolaan sekolah yang baru yang dinamakan managemen berbasis sekolah (MBS).
MBS dan pilar-pilarnya dipandang dapat menjadi solusi untuk masalah pendidikan di atas. Dalam MBS sekolah diberi kewenangan untuk mengelola sekolahannya sendiri, sehingga tiap sekolah dituntut untuk dapat membuat program-programnya sendiri untuk mengatasi masalah yang ada pada sekolah tersebut. Di dalam MBS juga menerapkan prinsip pakem (pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menarik) sehingga siswa diharap dapat lebih kreatif dan mandiri dalam kegiatan pembelajaran sehingga dapat meningkatkan prestasi akademik mereka. Pilar MBS yang ketiga adalah peran serta masyarakat (PSM) dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. Diharapkan dengan PSM, dapat meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat, selain itu, masyarakat dapat membantu pelaksanaan program yang mereka rencanakan sendiri, kemudian melakukan pengawasan dan evaluasi sendiri.
Dengan semua nilai positif yang terkandung dalam MBS, MBS diharapkan mampu menyelesaikan dengan baik masalah-masalah pendidikan di Indonesia dan diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia bila dapat di implementasikan dengan baik di tiap sekolah.
Pelaksanaan model pengelolaan sekolah MBS sebenarnya bukan hal yang baru lagi. Sebelum penamaan dan pelaksanaan MBS di sekolah-sekolah negeri, sistem pengelolaan sekolah tersebut sudah lama diterapkan di sekolah-sekolah swasta sehingga mereka terlihat sudah terbiasa dan tidak terbata-bata dalam melaksanakan managemen berbasis sekolah.
Dengan alasan ini, penulis sengaja memilih SD Bethany, sebagai salah satu model SD swasta untuk melihat bagaimana implementasi MBS di SD tersebut dan sejauh mana keefektifan implementasi MBS di SD Bethany dalam meningkatkan mutu pendidikan di dalamnya (dalam hal ini yaitu prestasi akademik, kreativitas dan kemandirian peserta didik).

B.      Rumusan Masalah
  1. Sejauh mana kebebasan yang diberikan pemerintah dalam mengelola sekolahnya sendiri di SD Bethany?
  2. Bagaimana implementasi MBS di SD Bethany?
  3. Bagaimana pengelolaan sekolah di SD Bethany?
  4. Bagaimana penerapan PAKEM di SD Bethany?
  5. Bagaimana bentuk peran serta masyarakat pada umumnya dan orang tua murid pada khususnya di SD Bethany?
  6. Apakah indikator mutu pendidikan (prestasi akademik, kreativitas, dan kemandirian siswa) sudah meningkat?

C.      Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk:
  1. Mengetahui bentuk-bentuk implementasi MBS di SD Bethany.
  2. Mengetahui sejauh mana kebebasan yang diberikan pemerintah dalam mengelola sekolahnya sendiri di SD Bethany.
  3. Mengetahui pengelolaan sekolah di SD Bethany.
  4. Mengetahui penerapan PAKEM di SD Bethany.
  5. Mengetahui bentuk-bentuk peran serta masyarakat pada umumnya dan orang tua murid pada khususnya di SD Bethany.
  6. Mengetahui sejauh mana keefektifan implementasi MBS di SD Bethany dengan melihat dalam peningkatan mutu pendidikan dengan melihat indikator mutu pendidikan (prestasi, kreativitas, dan kemandirian siswa).
BAB II
ISI
A.      Kajian teori
Istilah Manajemen berbasis Sekolah merupakan terjemahan dari School Based Management. Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat. MBS merupakan sebuah strategi untuk memajukan pendidikan dengan mentransfer keputusan penting memberikan otoritas dari negara dan pemerintah daerah kepada individu pelaksana di sekolah. MBS menyediakan kepala sekolah, guru, siswa, dan orang tua kontrol yang sangat besar dalam proses pendidikan dengan member mereka tanggung jawab untuk memutuskan anggaran, personil, serta kurikulum.
MBS mempunyai 3 pilar utama:
a.       Pengelolaan sekolah
b.      Peran serta masyarakat (PSM)
c.       Pendidikan aktif, kreatif, efektif, dan menarik (PAKEM)
MBS memiliki karakteristik sebagai berikut:
a.       Adanya otonomi yang luas kepada sekolah
b.      Adanya partisipasi masyarakat dan orang tua siswa yang tinggi
c.       Kepemimpinan sekolah yang demokratis dan profesional
d.      Adanya team work yang tinggi, dinamis dan profesional
Secara umum dapat disimpulkan bahwa implementasi MBS akan behasil melalui strategi-strategi berikut ini:
Pertama, sekolah harus memiliki otonomi terhadap empat hal, yaitu dimilikinya otonomi dalam kekuasaan dan kewenangan, pengembangan pengetahuan dan keterampilan secara berkesinambungan, akses informasi ke segala bagian dan pemberian penghargaan kepada setiap pihak yang berhasil.
Kedua, adanya peran serta masyarakat secara aktif, dalam hal pembiayaan, proses pengambilan keputusan terhadap kurikulum. Sekolah harus lebih banyak mengajak lingkungan dalam mengelola sekolah karena bagaimanapun sekolah adalah bagian dari masyarakat luas.
Ketiga, kepala sekolah harus menjadi sumber inspirasi atas pembangunan dan pengembangan sekolah secara umum. Kepala sekolah dalam MBS berperan sebagai designer, motivator, fasilitator. Bagaimanapun kepala sekolah adalah pimpinan yang memiliki kekuatan untuk itu. Oleh karena itu, pengangkatan kepala sekolah harus didasarkan atas kemampuan manajerial dan kepemimpinan dan bukan lagi didasarkan atas jenjang kepangkatan.
Keempat, adanya proses pengambilan keputusan yang demokratis dalam kehidupan dewan sekolah yang aktif. Dalam pengambilan keputusan kepala sekolah harus mengembangkan iklim demokratis dan memperhatikan aspirasi dari bawah. Konsumen yang harus dilayani kepala sekolah adalah murid dan orang tuanya, masyarakat dan para guru. Kepala sekolah jangan selalu menengok ke atas sehingga hanya menyenangkan pimpinannya namun mengorbankan masyarakat pendidikan yang utama.
Kelima, semua pihak harus memahami peran dan tanggung jawabnya secara bersungguh-sungguh. Untuk bisa memahami peran dan tanggung jawabnya masing-masing harus ada sosialisasi terhadap konsep MBS itu sendiri. Siapa kebagian peran apa dan melakukan apa, sampai batas-batas nyata perlu dijelaskan secara nyata.
Keenam, adanya guidelines dari departemen pendidikan terkait sehingga mampu mendorong proses pendidikan di sekolah secara efisien dan efektif. Guidelines itu jangan sampai berupa peraturan-peraturan yang mengekang dan membelenggu sekolah. Artinya, tidak perlu lagi petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam pelaksanaan MBS, yang diperlukan adalah rambu-rambu yang membimbing.
Ketujuh, sekolah harus memiliki transparansi dan akuntabilitas yang minimal diwujudkan dalam laporan pertanggungjawabannya setiap tahunnya. Akuntabilitas sebagai bentuk pertanggungjawaban sekolah terhadap semua stakeholder. Untuk itu, sekolah harus dijalankan secara transparan, demokratis, dan terbuka terhadap segala bidang yang dijalankan dan kepada setiap pihak terkait.
Kedelapan, penerapan MBS harus diarahkan untuk pencapaian kinerja sekolah dan lebih khusus lagi adalah meningkatkan pencapaian belajar siswa. Perlu dikemukakan lagi bahwa MBS tidak bisa langsung meningkatkan kinerja belajar siswa namun berpotensi untuk itu. Oleh karena itu, usaha MBS harus lebih terfokus pada pencapaian prestasi belajar siswa.
Kesembilan, implementasi diawali dengan sosialsasi dari konsep MBS, identifikasi peran masing-masing pembangunan kelembagaan capacity building mengadakan pelatihan pelatihan terhadap peran barunya, implementasi pada proses pembelajaran, evaluasi atas pelaksanaan dilapangan dan dilakukan perbaikan-perbaikan.
Bagi sekolah yang sudah beroperasi paling tidak ada 6 (enam) langkah, yaitu :
1)       Evaluasi diri self assessment;
2)      Perumusan visi, misi, dan tujuan;
3)      Perencanaan;
4)      Pelaksanaan;
5)      Evaluasi; dan
6)      Pelaporan

B.      Identitas Sekolah
Nama SD                      : Bethany School
Kepala sekolah          : Prasetyandaru Pirenantyo, S.Pd.,M.Si.
Alamat sekolah         : Jl. Kalipengging 4A Salatiga
Yayasan                        : Yayasan Anak Terang Indonesia
Didirikan pada           : 2006
-          Visi
Membangun karakter anak menjadi terang & garam dunia, dimana mereka memiliki dasar yang benar sejak dari masa kanak-kanak.Bottom of Form
-          Misi Bottom of FormTop of Form
-          Meletakkan dasar kekristenan yang kuat dalam diri anak sebagai landasan pertumbuhan dan perkembangan masa depannya.
-          Membantu anak dalam bersikap sesuai dengan etika Kristen.
-          Membantu mengembangkan sikap, pengetahuan, kemampuan dan kreativitas yang diperlukan untuk beradaptasi dengan lingkungan dan untuk pertumbuhan di masa depan.
-          Turut serta membantu masyarakat dan pemerintah dalam bidang pendidikan kanak-kanak.
-          Keunggulan Bottom of FormTop of Form
1)       Personal Care
Guru tidak hanya berperan sebagai pendidik, tetapi juga pemerhati dan pembimbing anak, sehingga tidak hanya mengenal anak, tetapi menyelami kehidupan mereka dan memonitor pertumbuhan anak setiap saat.
2)      Bukan Learning ‘About’ Tapi Learning ‘To Be’
Anak cerdas bukan yang bisa menjawab pertanyaan saja, tapi yang bisa membuat pertanyaan. Bahasa Inggris bukan hanya sebagai bahasa pengantar dalam mengajar, tetapi menjadi habit dan bahasa pergaulan di luar kelas. Teknologi bukan hanya dipelajari sebagai pengetahuan, tapi diarahkan pada “Technology User.”
3)      Menumbuhkan Inter-Personal Anak
Anak bukan sebagai objek, tetapi subjek. Guru bukan sebagai sumber ilmu, tetapi teman belajar anak.

C.      Implementasi MBS di SD Bethany
a.       Kebebasan yang diberikan pemerintah
Pemerintah membebaskan sekolah-sekolah di Indonesia untuk melakukan pemilihan kurikulum sesuai dengan keperluan sekolah masing-masing. SD Bethany memilih kurikulum dari Singapura dan mengadaptasinya sesuai kebutuhan sekolah . SD Bethany menggunakan kurikulum dari Singapura karena letaknya yang cukup dekat sehingga memudahkan sekolah untuk melakukan konsultasi dengan pembuat kurikulum dan memudahkan untuk mencari buku-buku sumber yang diperlukan. Selain itu kurikulum Singapura dianggap lebih pas dengan SDM siswa yang ada di Indonesia dan Singapura merupakan peringkat tertinggi di Asia Tenggara bila dibandingkan dengan negara yang lain.
Untuk penerapan ujian nasional belum dapat dilaksanakan karena di SD Bethany belum ada kelas 6. Kelas yang tertinggi masih kelas 4. Tapi SD Bethany tetap mengupayakan untuk membantu anak-anak agar tetap bisa mengikuti kurikulum standar nasional dengan cara mengambil dan mengujikan soal-soal yang berstandar nasional kepada anak-anak.
b.      Pengelolaan sekolah











Top of Form
Bottom of Form
Bottom of Form
                                                                                                                                          

Top of Form
Bottom of Form

c.       Peran serta masyarakat
Sekolah ini melibatkan masyarakat sekitar untuk berpartisipasi sebagai komite di sekolah. Mayarakat yang kami maksud adalah orang tua, tokoh masyarakat dan pendeta dari gereja yayasan.
d.      PAKEM (pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan)
SD Bethany menerapkan pendekatan pembelajaran aktif di SD Bethany siswa juga dituntut untuk dapat belajar secara mandiri, dan kreatif, dengan menyediakan tempat belajar mandiri. Di sana para siswa dapat bermain sambil belajar, sehingga pembelajaran terasa menyenangkan.
Di SD Bethany bukan menekankan pada learning ‘about’ tapi learning ‘to be’, anak cerdas bukan yang bisa menjawab pertanyaan saja, tapi yang bias membuat pertanyaan. Jadi peserta didik tidak hanya disuapi bahan ajar, tapi juga diajarkan untuk dapat mengembangkan, mencari, bertanya, dan belajar secara aktif, kreatif, dan lebih efektif. Teknologi bukan hanya dipelajari sebagai pengetahuan, tapi diarahkan pada “technology user” sehingga manfaat belajar di kehidupan sehari-hari lebih efektif.
D.      Efektivitas MBS di SD Bethany Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan
a.       Prestasi Siswa
Siswa SD Bethany memiliki kelebihan dalam kemampuan bahasa Inggris karena begitu memasuki area sekolah setiap orang diwajibkan untuk menggunakan bahasa Inggris. Semua materi pelajaran dan percakapan pun diwajibkan menggunakan bahasa Inggris.
b.      Kreativitas dan Kemandirian Siswa
Semenjak kelas rendah siswa SD Bethany sudah dilatih untuk mandiri. Salah satu contohnya adalah siswa dilatih untuk makan sendiri tanpa disuapi/dibantu orang lain walaupun masih berantakan. Setiap siswa memiliki laptop pribadi, untuk materi pelajaran siswa hanya diberi topik oleh guru dan siswa bebas untuk mencari sumber bahan belajar masing-masing. Bila ada yang tidak dimengerti baru mereka menanyakannya pada guru mereka.

BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Dari uraian tersebut dapat kita simpulkan bahwa sistem MBS memiliki kelemahan dan kelebihan. Berhasilnya sistem MBS di suatu sekolah bergantung pada sekolah itu sendiri, bagaimana sekolah tersebut dapat mengembangkan dan mengoptimalkan sistem MBS tersebut.
Demikian halnya di SD Bethany. Kepala sekolah beserta guru bersama-sama mengembangkan sistem MBS sesuai dengan karakter SD Bethany agar dapat mencapai visi misi mereka sehingga SD Bethany dapat mengoptimalkan keunggulan mereka.

B.      Saran
-          Guru: selain unggul dalam akademik, semua guru juga harus unggul dalam kepribadiannya, dalam arti guru dapat dijadikan sebagai teladan oleh anak didiknya.
-          Sekolah: sebelum menerapkan MBS sekolah harus benar-benar memahami MBS agar menciptakan sistem yang tidak tanggung-tanggung. Sekolah harus menyediakan fasilitas yang dibutuhkan oleh siswa sesuai dengan MBS yang diterapkan. Sebaiknya selain menggunakan buku elektronik, sekolah juga menyediakan buku dalam bentuk fisiknya di perpustakaan.
-          Masyarakat: masyarakat diharapkan lebih kooperatif/mendukung langkah-langkah sekolah untuk memajukan sekolah demi kepentingan bersama.