KELOMPOK 6
1. Diah wulandari (292008143)
2. Fadli Arizal (292008145)
3. Titin Masturoh (292008530)
4. Dwi Lutfi Nugroho (292008532)
5. Hesri Handriningsih (292008536)
6. Wisnu Wijayanto (292008544)
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
BAB I
ABSTRAK
Manajemen berbasis sekolah merupakan usaha untuk menumbuhkan pendidikan dari bawah, yakni berakar dari masyarakat, atas inisiatif masyarakat, dikelola oleh masyarakat dan untuk kepentingan masyarakat. Dengan adanya manajemen berbasis sekolah ini memberikan kewenangan sekolah untuk mengembangkan potensi yang dimiliki.
Kendala-kendala yang biasanya di hadapi adalah keterbatasan sarana dan prasarana disebabkan karena : dana, minimnya subsidi pemerintah. Sumber Daya Manusia, skill guru masih terbatas, terlihat dari minat guru untuk mendalami tehnologi ini masih sangat minim. Proporsional dan profesional guru belum mencapai standar yang semestinya, masih banyak Bapak/Ibu guru yang mengajar kurang relevan dengan sertifikasi yang dimiliki.
PENDAHULUAN
Sekolah adalah salah satu dari Tripusat pendidikan yang dituntut untuk mampu menjadikan output yang unggul, mengutip pendapat Gorton tentang sekolah ia mengemukakan, bahwa sekolah adalah suatu sistem organisasi, di mana terdapat sejumlah orang yang bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan sekolah yang dikenal sebagai tujuan instruksional. Desain organisasi sekolah adalah di dalamnya terdapat tim administrasi sekolah yang terdiri dari sekelompok orang yang bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan oranisasi.
MBS terlahir dengan beberapa nama yang berbeda, yaitu tata kelola berbasis sekolah (school-based governance), manajemen mandiri sekolah (school self-manegement), dan bahkan juga dikenal dengan school site management atau manajemen yang bermarkas di sekolah.
Sekolah diharapkan dapat menjadi lebih otonom dalam pelaksanaan manajemen sekolahnya, khususnya dalam penggunakaan 3M-nya, yakni man, money, dan material. Penyerahan otonomi dalam pengelolaan sekolah ini diberikan tidak lain dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Oleh karena itu, maka Direktorat Pembinaan penddikan menamakan MBS sebagai Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS).Tujuan utama adalah untuk mengembangkan prosedur kebijakan sekolah, memecahkan masalah-masalah umum, memanfaatkan semua potensi individu yang tergabung dalam tim tersebut. Sehingga sekolah selain dapat mencetak orang yang cerdas serta emosional tinggi, juga dapat mempersiapkan tenaga-tenaga pembangunan.
Oleh karena itu perlu diketahui pandangan filosofis tentang hakekat sekolah dan masyarakat dalam kehidupan kita. sekolah adalah bagian yang integral dari masyarakat, ia bukan merupakan lembaga yang terpisah dari masyarakat, hak hidup dan kelangsungan hidup sekolah bergantung pada masyarakat, sekolah adlah lembaga sosial yang berfungsi untuk melayani anggota2 masyarakat dalam bidang pendidikan, kemajuan sekolah dan masyarkat saling berkolerasi, keduanya saling membutuhkan, Masyarakat adalah pemilik sekolah, sekolah ada karena masyarakat memerlukannya.
Oleh karena itu perlu diketahui pandangan filosofis tentang hakekat sekolah dan masyarakat dalam kehidupan kita. sekolah adalah bagian yang integral dari masyarakat, ia bukan merupakan lembaga yang terpisah dari masyarakat, hak hidup dan kelangsungan hidup sekolah bergantung pada masyarakat, sekolah adlah lembaga sosial yang berfungsi untuk melayani anggota2 masyarakat dalam bidang pendidikan, kemajuan sekolah dan masyarkat saling berkolerasi, keduanya saling membutuhkan, Masyarakat adalah pemilik sekolah, sekolah ada karena masyarakat memerlukannya.
TUJUAN MBS
Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah Dalam penerapannya tujuan manajemen berbasis sekolah adalah untuk meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi antara lain dapat diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat dan penyederhaan birokrasi. Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orang tua, peningkatan profesionalisme guru, adanya hadiah dan hukuman sebagai kontrol serta hal lain yanng mampu menumbuhkembangkan suasana yang kondusif. Pemerataan pendidikan diperoleh melalui partisipasi masyarakat terutama yang mampu dan yang kurang mampu akan menjadi bentuk tanggungjawab pemerintah.
Sedangkan tujuan Manajemen Berbasis Sekolah yang lebih rinci yaitu:
1. Meningkatkan peran serta warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama;
2. Meningkatkan tanggungjawab sekolah terhadap orangtua, mayarakat, dan pemerintah;
3. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai;
Sedangkan tujuan Manajemen Berbasis Sekolah yang lebih rinci yaitu:
1. Meningkatkan peran serta warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama;
2. Meningkatkan tanggungjawab sekolah terhadap orangtua, mayarakat, dan pemerintah;
3. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai;
4. Memberikan pertanggungjawaban tentang mutu pendidikan kepada pemerintah, orangtua peserta didik, dan masyarakat;
5. Memberikan kesempatan kepada sekolah untuk menyusun kurikulum muatan lokal, sedangkan kurikulum inti dan evaluasi berada pada kewenangan pusat dan pengembangannya disesuaikan dengan daerah dan sekolah masing-masing.
6. Memberikan kesempatan untuk menjalin hubungan kerjasama kepada sekolah baik dengan perorangan, masyarakat, lembaga dan dunia usaha yang tidak mengikat.
MANFAAT MBS
MBS dipandang sebagai alternatif dari pola umum pengoperasian sekolah yang selama ini memusatkan wewenang di kantor pusat dan daerah. MBS adalah strategi untuk meningkatkan pendidikan dengan mendelegasikan kewenangan pengambilan keputusan penting dari pusat dan dearah ke tingkat sekolah. Dengan demikian, MBS pada dasarnya merupakan sistem manajemen di mana sekolah merupakan unit pengambilan keputusan penting tentang penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. MBS memberikan kesempatan pengendalian lebih besar bagi kepala sekolah, guru, murid, dan orang tua atas proses pendidikan di sekolah mereka.
Dalam pendekatan ini, tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu mengenai anggaran, kepegawaian, dan kurikulum ditempatkan di tingkat sekolah dan bukan di tingkat daerah, apalagi pusat. Melalui keterlibatan guru, orang tua, dan anggota masyarakat lainnya dalam keputusan-keputusan penting itu, MBS dipandang dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif bagi para murid. Dengan demikian, pada dasarnya MBS adalah upaya memandirikan sekolah dengan memberdayakannya. Para pendukung MBS berpendapat bahwa prestasi belajar murid lebih mungkin meningkat jika manajemen pendidikan dipusatkan di sekolah ketimbang pada tingkat daerah. Para kepala sekolah cenderung lebih peka dan sangat mengetahui kebutuhan murid dan sekolahnya ketimbang para birokrat di tingkat pusat atau daerah. Lebih lanjut dinyatakan bahwa reformasi pendidikan yang bagus sekalipun tidak akan berhasil jika para guru yang harus menerapkannya tidak berperanserta merencanakannya
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
Batasan masalah :
- Mendeskripsi perkembangan pelaksanaan MBS di Kanada dan di Indonesia
- Penilaian terhadap lima kebijakan pokok dalam SMI di Hongkong
- Apa itu ” site based management” dalam pelaksanaan MBS di Amerika Serikat
- Motif diterapkannya MBS di Indonesia
- Penerapan ( implikasi ) pelaksanaan MBS
- Kendala pelaksanaan MBS serta pihak yang harus di ubah peranannya dalam pengelolaan pendidikan
- Karakteristik MBS
- Apa itu Partisipasi, Transparansi, dan Akuntabilitas dalam good governance di penerapan MBS
- Penerapan prinsip Partisipasi, Transparasi , dan Akuntabilitas dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas
- Latar belakang Implementasi MBS
- Contoh kriteria keberhasilan Implementasi MBS dalam meningkatan mutu sekolah
- Keterkaitan antara Standar peleyenan minimal bidang pendidikan dengan MBS
- Contoh Standar pelayanan minimal pendidikan pengelolaan sekolahdan bidang sarana dan prasarana sekolah yang ada di SD / MI
- Perkembangan pelaksanaan MBS di Kanada dan di Indonesia.
Di Kanada studi kasus yang dilakukan terhadap dua distrik sekolah menunjukkan bahwa pengambilan keputusan yang didesentralisasikan menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih efektif. Salah seorang guru memutuskan untuk mengurangi penggunaan mesin fotokopi agar dapat mempekerjakan staf tambahan. Tinjauan tahunan sekolah menunjukkan bahwa kepuasan murid sekolah menengah pertama dan lanjutan meningkat terhadap banyak hal setelah diadakannya pembaruan. Para murid menunjukkan adanya peningkatan dalam bidang-bidang penting seperti kegunaan dan efektivitas mata pelajaran dan penekanan sekolah atas sejumlah kecakapan dasar.
Di Indonesia Manajemen Berbasis Sekolah, Pada dasarnya, esensi MBS bukanlah sesuatu yang baru sama sekali di Indonesia. Meskipun belum menggunakan istilah MBS, sekolah atau madrasah yang sistem pengelolaannya dilakukan oleh swasta, baik yayasan, pesantren, badan hukum dan sebagainya, telah menerapkan prinsip-prinsip MBS tersebut. Formalisasi MBS dimaksudkan untuk lebih menekankan pada persoalan yang lebih mendasar dan mendalam tentang bagaimana implementasi MBS yang lebih tepat di sekolah.
Hukum penerapan model MBS di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Penerapan pendekatan dan pengelolaan sekolah dengan prinsip MBS secara resmi mulai berlaku tanggal 8 Juli 2003. Sebelumnya, pemerintah telah melakukan berbagai program rintisan di berbagai jenjang pendidikan berkenaan dengan model MBS melalui berbagai kebijakan yang bertujuan untuk membuat sekolah menjadi lebih mandiri dan meningkatkan partisipasi masyarakat. Sebagai contoh, rintisan program MBS di SD dan MI telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pembelajaran.
2. Penilaian terhadap lima kebijakan pokok dalam SMI di Hongkong
Di Cina, School Management Initiative (SMI) merupakan inisitatif manajemen berbasis sekolah mulai awal 1990-an. Tetapi pelaksanaannya lambat, terutama pada sektor yang dibantu, dimana banyak orang berpendapat bahwa SMI menghambat ketimbang memberdayakan. Leung (2003) menyimpulkan bahwa “tujuan reformasi desentralisasi oleh pemerintah adalah memperkuat kendali dan memastikan mutu pendidikan melalui teknik-teknik manajemen. Yaitu bahwa ‘mutu’ diartikan dalam hal penggunaan sumber daya yang lebih efisien, asesmen keluaran (outcome), indikator kinerja, dan evaluasi eksternal. Bukan pembagian kewenangan ataupun pemberdayaan stakeholder menjadi tujuan”. Reformasi tetap menjadi perdebatan di Hong Kong.
3. Apa itu ” site based management” dalam pelaksanaan MBS di Amerika Serikat
Dalam praktik penerapannya di Amerika Serikat ada indikasi bahwa banyak kelemahan MBS dikarenakan penerapannya yang tidak komprehensif; artinya MBS diterapkan sepotong-sepotong. Para anggota dewan sekolah biasanya dikendalikan oleh kepala sekolah, sedangkan pihak-pihak lain tidak banyak berperan. Pola lama di mana administrator pendidikan menetapkan kebijakan, guru mengajar, dan orang tua mendukung tampaknya masih dipertahankan. Pola yang tertanam kuat ini sukar ditanggulangi. Apabila para anggota dewan tidak disiapkan dengan baik, mereka seringkali sangat bingung dan cemas untuk mengemban tanggung jawabnya yang baru.
4. Motif diterapkanya MBS di Indonesia ada 8, di antaranya:
1. Ekonomi
2. Profesional
3. Politik
4. Efisiensi administrasi
5. Finansial
6. Prestasi siswa
7. Akuntabilitas
8. dan Efektivitas sekolah.
Meningkatkan prestasi siswa merupakan motif utama untuk memperkenalkan MBS. Hal itu didasari oleh pemikiran bahwa jika orang tua dan para guru diberi otoritas untuk membuat keputusan atas nama sekolah mereka, iklim di sekolah akan berubah untuk mendukung pencapaian prestasi siswa. Meskipun bukti empirik untuk mendukung asumsi itu tidak kuat, tetapi dalam konteks ini, jika MBS sebagai motif dalam implementasi MBS, maka yang diperlukan adalah bagaimana mengubah proses pembelajaran. Ini dapat dilakukan melalui otonomi dalam mendesain pembelajaran untuk meningkatkan prestasi siswa sesuai dengan sumbder daya yang dimiliki.
5. Kendala pelaksanaan MBS serta pihak yang harus di ubah peranannya dalam pengelolaan pendidikan
· Beberapa hambatan yang mungkin dihadapi pihak-pihak berkepentingan dalam penerapan MBS adalah sebagai berikut :
1) Tidak Berminat Untuk Terlibat.
Anggota dewan sekolah harus lebih banyak menggunakan waktunya dalam hal-hal yang menyangkut perencanaan dan anggaran. Akibatnya kepala sekolah dan guru tidak memiliki banyak waktu lagi yang tersisa untuk memikirkan aspek-aspek lain dari pekerjaan mereka. Tidak semua guru akan berminat dalam proses penyusunan anggaran atau tidak ingin menyediakan waktunya untuk urusan itu.
2).Tidak Efisien Pengambilan keputusan yang dilakukan secara partisipatif adakalanya menimbulkan frustrasi dan seringkali lebih lamban dibandingkan dengan cara-cara yang otokratis. Para anggota dewan sekolah harus dapat bekerja sama dan memusatkan perhatian pada tugas, bukan pada hal-hal lain di luar itu.
3).Pikiran Kelompok Setelah beberapa saat bersama, para anggota dewan sekolah kemungkinan besar akan semakin kohesif. Di satu sisi hal ini berdampak positif karena mereka akan saling mendukung satu sama lain. Di sisi lain, kohesivitas itu menyebabkan anggota terlalu kompromis hanya karena tidak merasa enak berlainan pendapat dengan anggota lainnya. Pada saat inilah dewan sekolah mulai terjangkit “pikiran kelompok.” Ini berbahaya karena keputusan yang diambil kemungkinan besar tidak lagi realistis.
4) Memerlukan Pelatihan Pihak-pihak yang berkepentingan kemungkinan besar sama sekali tidak atau belum berpengalaman menerapkan model yang rumit dan partisipatif ini. Mereka kemungkinan besar tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang hakikat MBS sebenarnya dan bagaimana cara kerjanya, pengambilan keputusan, komunikasi, dan sebagainya.
5) Kebingungan Atas Peran dan Tanggung Jawab Baru Pihak-pihak yang terlibat kemungkinan besar telah sangat terkondisi dengan iklim kerja yang selama ini mereka geluti. Penerapan MBS mengubah peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang berkepentingan. Perubahan yang mendadak kemungkinan besar akan menimbulkan kejutan dan kebingungan sehingga mereka ragu untuk memikul tanggung jawab pengambilan keputusan.
5) Kebingungan Atas Peran dan Tanggung Jawab Baru Pihak-pihak yang terlibat kemungkinan besar telah sangat terkondisi dengan iklim kerja yang selama ini mereka geluti. Penerapan MBS mengubah peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang berkepentingan. Perubahan yang mendadak kemungkinan besar akan menimbulkan kejutan dan kebingungan sehingga mereka ragu untuk memikul tanggung jawab pengambilan keputusan.
6).Kesulitan Koordinasi Setiap penerapan model yang rumit dan mencakup kegiatan yang beragam mengharuskan adanya koordinasi yang efektif dan efisien. Tanpa itu, kegiatan yang beragam akan berjalan sendiri ke tujuannya masing-masing yang kemungkinan besar sama sekali menjauh dari tujuan sekolah. Anggota masyarakat sekolah harus menyadari bahwa adakalanya harapan yang dibebankan kepada sekolah terlalu tinggi. Pengalaman penerapannya di tempat lain menunjukkan bahwa daerah yang paling berhasil menerapkan MBS telah memfokuskan harapan mereka pada dua maslahat: meningkatkan keterlibatan dalam pengambilan keputusan dan menghasilkan keputusan lebih baik.
6. Kendala pelaksanaan MBS serta pihak yang harus di ubah peranannya dalam pengelolaan pendidikan
Apabila pihak-pihak yang berkepentingan telah dilibatkan sejak awal, mereka dapat memastikan bahwa setiap hambatan telah ditangani sebelum penerapan MBS. Dua unsur penting adalah pelatihan yang cukup tentang MBS dan klarifikasi peran dan tanggung jawab serta hasil yang diharapkan kepada semua pihak yang berkepentingan. Selain itu, semua yang terlibat harus memahami apa saja tanggung jawab pengambilan keputusan yang dapat dibagi, oleh siapa, dan pada level mana dalam organisasi.
7. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah
MBS adalah bentuk reformasi pendidikan di mana pada prinsipnya sekolah memperoleh kewajiban (responsibility), wewenang (authority), dan tanggung jawab (accountability) dalam meningkatkan kinerja sekolah. Oleh sebab itu MBS menyediakan layanan pendidikan yang menyeluruh dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat sekolah. Prinsip pemerataan (equality), dan keadilan (equity) untuk memperoleh kesempatan pendidikan, efisiensi, dan mutu pembelajaran merupakan karakteristik utama MBS yang dimiliki oleh pendekatan ini. Dalam kaitan ini persyaratan utama yang diperlukan adalah (1) adanya kebutuhan untuk berubah (send of change) atau inovasi, (2) adanya restrukturisasi organisasi pendidikan, dan (3) proses perubahan sebagai proses belajar, serta (4) adanya budaya profesional (corporate culture) di sekolah.
8. Apa itu Partisipasi, Transparansi, dan Akuntabilitas dalam good governance di penerapan MBS
Pengertian Partisipasi
- Keterlibatan aktif masyarakat dalam kegiatan yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan.
- Keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan
Pengertian Transparansi
- Akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan dan berbagai kebijakan publik,
- yang menyangkut proses penyusunan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai .
Pengertian Akuntabilitas
- Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/pimpinan organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban atau keterangan.
- Melalui penerapan prinsip ini, suatu proses pengambilan keputusan atau kinerja dapat dimonitor, dinilai dan dikritisi.
9. Penerapan prinsip Partisipasi, Transparasi , dan Akuntabilitas dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas
Keseluruhan konteks yang ada tersebut dilakukan secara partisipatif, transparan, dan akuntabel. Artinya, semua keputusan, perencanaan, pengorganisasian, dan fungsi-fungsi manajemen lainnya dilakukan dengan melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan. Dilakukan secara transparan dan akuntabel, baik dari sisi program, kegiatan, dan keuangan, kepada semua warga sekolah, masyarakat, dan pemerintah.
10. Latar belakang Implementasi MBS
Komitmen pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan tidak berubah dalam kondisi apapun. Pemerintah tetap konsisten untuk meningkatkan kualitas maupun kuantitas pendidikan. Beberapa program telah dilaksanakan, tetapi karena pengelolaannya yang terlalu kaku dan sentralistik, program-program tersebut tidak banyak memberikan dampak positif dan kualitas pendidikan tetap menurun, diduga berkaitan dengan masalah menejemen. Dalam kaitan ini munculah suatu pemikiran ke arah pengelolaan pendidikan yang memberi keleluasaan kepada sekolah untuk mengatur dan melaksanakan berbagai kebijakan secara luas. Pemikiran ini kemudian disebut Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
MBS merupakan bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi di bidang pendidikan, yang ditandai oleh otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat dan dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah dapat leluasa mengelola sumber daya dengan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan serta tanggap terhadap kebutuhan masyarakat setempat. Partisipasi masyarakat dituntut agar lebih memahami pendidikan, membanntu, serta mengontrol pengelolaan pendidikan. Dalam konsep ini sekolah dituntut memiliki tanggung jawab yang tinggi, baik kepada orang tua, masyarakat, maupun pemerintah
11. Contoh kriteria keberhasilan Implementasi MBS dalam meningkatan mutu sekolah adalah sebagai berikut:
- Dilihat dari aspek pemerataan dan peningkatan akses adalah meningkatnya nilai APK, APM dan AT.
- Dilihat dari aspek mutu adalah meningkatnya prestasi akademik dan non- akademik siswa, seperti nilai ujian sekolah, meraih prestasi dalam olimpiade matematika, dan sebagainya.
- Dilihat dari aspek layanan pendidikan di sekolah adalah berkurangnya jumlah siswa yang tinggal kelas, drop out, dan sebagainya
12. Keterkaitan antara Standar pelayanan minimal bidang pendidikan dengan MBS
Manajemen berbasis sekolah berfungsi sebagai perencana ( plan ), pengorganisasi ( organisation ), pengarah ( direction ), pengkoordinasi ( coordination ), pengawas ( controll ), serta sebagai pengevaluasi ( evaluation ) segala kebijakan dasar yang di ambil oleh pemerintah agar tidak melenceng dari kebijakan-kebijakan yang telah di tetapkan oleh pemerintah.
13. Contoh Standar pelayanan minimal pendidikan pengelolaan sekolahdan bidang sarana dan prasarana sekolah yang ada di SD / MI
Misalnya pemerintah menetapkan standar bahwa setiap sekolah harus mempunyai minimal 1 komputer yang digunakan sebagai sarana pengenalan internet dan sebagai prasarananya sekolah wajib menyediakan tempat khusus untuk menunjang kegiatan tersebut.
BAB III
KESIMPULAN
Manajemen Berbasis Sekolah merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi, dan pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerja sama yang erat antara sekolah, masyarakat, dan pemerintah. Dengan adanya implementasi Manajemen Berbasis Sekolah diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan yang ada saat ini.
SARAN
MBS adalah upaya serius yang rumit, yang memunculkan berbagai isyu kebijakan dan melibatkan banyak lini kewenangan dalam pengambilan keputusan serta tanggung jawab dan akuntabilitas atas konsekuensi keputusan yang diambil, oleh karena itu sekolah harus pandai-pandai mengorganisasikan segala bentuk kebijakan yang akan di ambil agar sesuai dan tidak melenceng dari standar minimal yang di tetapkan oleh pemerintah.
good job guys !!
BalasHapuskami selaku pemimpin,ketua,jendral(yang bukan telo istilah dari temanggung)kepala suku yang sangat otoriter yang tidak penting.
BalasHapusingin mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada didi, hasri dan juga titin masturoh yang telah mengerjakan tugas ini dengan sebaik-baiknya pokok e ai lope pyou....